Minggu, 10 April 2016

Pembangunan Tidak Cukup Kalau Hanya Mengandalkan APBD

Pembangunan Tidak Cukup Kalau Hanya Mengandalkan APBD

Aua Malintang--Kondisi kampung halaman yang tertinggal di masa lalu, benar-benar membuat H Azwar Wahid, yang lebih dikenal dengan nama Haji Sagi ketika remaja memiliki tekat yang membaja untuk membangun kampung, ya membangun kampung dari keterbelakangan.
Kini, kata-kata kemajuan sudah bisa disematkan kepada Nagari Aua Malintang dan sekitarnya. Tentu saja karena pesatnya pembangunan dari biaya pemerintah melalui APBD dan APBN, juga atas partisipasi Haji Sagi yang kini sudah menjadi pengusaha emas dalam hitungan lumayan besar, pernah menjadi mitra PT Aneka Tambang (Persero), perusahaa BUMN yang khusus mengelola emas.
    "Alhamdulillah, Padang Pariaman lumayan bagus dan rancak," kata dia. Menurutnya, kunci pembangunan terletak pada pemerintah. Jika pemerintah beritikad baik, pembangunan bisa lancar. Baik pembangunan fisik, pembangunan sumber daya manusia maupun pembangunan ekonomi.
    Tidak cukup hanya sekedar itikad saja. "Karena daerah kita yang dipimpin seorang bupati, bupatinya harus bisa menjemput bola dalam menggapai dana ke pemerintah pusat melalui kementerian yang ada," katanya. Sebab, ujar dia, mengandalkan dana APBD untuk membangun daerah sangatlah tidak cukup.
    "Kita tidak punya industri. Masyarakat kita hanya mengandalkan pertanian. Kita bersama harus memikirkan konsep yang bagus dan maksimal untuk meningkatkan hasil pertanian yang dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan," ulas Haji Sagi.
    Begitu juga sektor pendidikan. Ini harus menjadi prioritas juga, di samping pembangunan fisik. "Saya melihat sektor ini agak terabaikan di Padang Pariaman bagian Utara. Di sini perguruan tinggi belum ada, Akademi Komunitas baru tahap pembebasan lahan. Idealnya harus ada dua atau tiga perguruan tinggi," ungkapnya.
    Namun demikian, kata Haji Sagi yang sering pulang kampung ini, Padang Pariaman sudah cukup bagus bila dibandingkan dengan kondisi lima tahun lalu. Ali Mukhni sebagai bupati memanfaatkan semua lini untuk berkonsultasi dalam mencari potensi dana tambahan untuk masyarakat.
    Dia ingin, kerjasama dengan semua pihak, baik dengan pemerintah pusat maupun dengan tokoh rantau yang sudah dilakukan Pemkab Padang Pariaman itu terus berlanjut. "Bangunlah kerjasama dengan seluruh lapisan, maka semua cita-cita dan keinginan bisa terujud," ujarnya.
    Haji Sagi dalam Sekelumit Kisah

    Tidak mudah bagi seorang Haji Sagi bisa seperti sekarang ini. Bayangkan saja, zakatnya setiap tahun miliaran rupiah di bawah bendera Toko Mas Sumbar Riau. Baginya zakat yang senisabnya adalah 2,5 persen harus dihitung dari seluruh perputaran uang yang dikelola, meskipun keuntungan usaha hanya 1 persen.
    "Karena itu adalah hak orang, pasnya zakat itu adalah menunaikan kewajiban bagi kita untuk membayarkanya dan sebagai hak bagi penerima," tegasnya.
    Haji Sagi dilahirkan di Aua Malintang 28 Agustus 1950. Di masa SMP, jiwa dagangnya sudah muncul. Pada hari-hari tertentu, ia ikut sang ayah ke pasar ternak. Pasar Pakandangan, salah satu pasar yang tak terlupakan. Ke Pakandagan harus ditempuh lewat jalan panjang. Di awali dengan jalan kaki sampai ke stasiun Naras sekitar 25 km, dilanjutkan dengan kereta api sampai Pauh Kambar, kemudian baru naik angkutan bermotor, karena menuju Pakandagan jalan bagus dan ada angkutan. Jika agkuta penuh kembali berjalan kaki. Sementara jalan di kampungnya masih seperti kubangan .
    "Sambil berjalan itulah saya bulatkan tekad untuk rajin belajar dan berusaha agar menjadi orang sukses, dapat membangun dan membawa kampung dari ketertinggalan kelak," kenangnya.
    Setamat SMP Haji Sagi, pendidikannya dilanjutkan ke Sekolah Menengah Olahraga (SMO) yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Pendidikan Jasmani dan Sekolah Guru Olahraga di kota Padang tahun 1967. Menyaksikan majunya Kota Padang setiap hari, tekat membangun kampung kian tak terbendung.  
    Di tambah dengan menyaksikan para pedagang emas di Pasar Raya Padang yang berpakaian rapi dan bersih, Haji Sagi makin membulatkan tekatnya ; Membangun kampung halaman dari keterisoliran dengan cara dan pakaian yang rapi. Padang sepertinya tidak cocok, merantaulah Haji Sagi ke Jakarta pada tahun 1975.
    Bermula di pasar Mayesti, kemudian pindah ke Aldiron dan melebarka sayap ke Melaway (kawasan Blok M Jakarta Selatan), hingga di Padang sendiri, tempat lahirnya inspiras. Doa Haji Sagi muda didengar Allah Yang Maha Kuasa, mewujudkan tekatnya membangun kampung pun ia laksanakan. Membangun tsanawiyah, aliyah, SMK hingga masjid, serta meunaikan zakatnya
yang tak sedikit sudah dapat dikatakan, tekat H Sagi telah tercapai.
    Bagaimana dengan jalan? "Biarlah itu menjadi bagian pemerintah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar