Minggu, 21 Agustus 2016

Idul Fitri Tetap di Parit Malintang

Idul Fitri Tetap di Parit Malintang

Pariaman--Kepala Kementerian Agama Kabupaten Padang Pariaman, H. Taslim Mukhtar mengajak masyarakat daerah itu untuk merayakan Idul Fitri tahun ini dengan penuh perhitungan dan ikhlas. Apalagi kondisi masyarakat pascagempa, yang hingga kini masih belum begitu pulih, perlu memaknai kembali hakikat dari puasa Ramadhan yang sebentar lagi akan diselesaikan itu. Implementasi dari nilai-nilai Ramadhan pasca Idul Fitri nanti sangat penting artinya, agar puasa yang dilakukan membuahkan hasil.
    Menurut dia, pelaksanaan Idul Fitri sebagaimana biasanya tetap dilakukan di kawasan ibu kabupaten Padang Pariaman, Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung, tepatnya dikomplek parkir rumah sakit umum daerah. "Pelaksanaannya manunggu keputusan pemerintah, dalam hal ini pengumuman Menteri Agama RI, tentang tanggal satu Syawal. Namun demikian, semoga saja pada Kamis malam kita telah dapat memulai malam takbiran secara bersama-sama," katanya kemarin di Pariaman.
    Taslim Mukhtar juga mengajak masyarakat Padang Pariaman untuk menikmati hari raya dimaksud dengan sangat sederhana. Jauh dari kesan sombong dan tinggi diri, yang sangat bertentangan dengan agama dan nilai puasa itu sendiri. "Anggaplah, musibah yang kita alami akhir September tahun lalu, sebagai sebuah kelalaian dalam beragama. Mari kita jadikan momen Idul Fitri tahun ini, untuk kembali memaknai hakikat dari berhari raya itu sendiri. Puasa yang kita lakukan selama satu bulan penuh, harus mampu mewarnai kehidupan kita selanjutnya," ujar Taslim.
    "Seperti yang telah dibiasakan setiap tahunnya, maka untuk Idul Fitri tahun ini seluruh pejabat dan pebagai SKPD dilingkungan Pemkab padang Pariaman dan masyarakatnya diminta untuk meramaikan kembali lapangan yang telah disediakan itu. Kita berharap, pada hari itu, insya Allah Jumat suasana hari bisa cerah, sehingga tidak mengganggu jalannya pelaksanaan shalat tahunan itu. Untuk Khatib yang akan membaca khutbah saat itu telah dipercayakan kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Padang Pariaman, H. Chairuddin, dan imamnya, Yahya," ungkap Taslim. (dam)
-------------------------------------------------------------------------------

Syathariyah Jumat Melihat Bulan

Pariaman--Seperti biasa, masyarakat perkampungan Padang Pariaman yang diawal Ramadhan melihat hilal (bulan), maka tatkala mengakhiri Ramadhan mereka pun harus melakukan hal yang sama. Bagi mereka yang juga disebut sebagai kelompok Syathariyah, karena memang mereka memakai dan mengamalkan pengajian thariqat tersebut, dengan sangat kuat dan teguh itu, perkara melihat bulan diawal dan diakhir Ramadhan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
    Masyarakat yang mengatasnamankan kaum Syathariyah tersebut, Jumat (10/9) baru melihat bulan. Sebab, Jumat itu mereka baru berpuasa sebanyak 29 hari. Mungkinkah mereka Idul Fitri Sabtunya ? Belum pasti. Menurut ketentuan yang berlaku dilingkungannya, manakala hilal atau bulan kelihatan, maka pastilah Idul Fitri jatuh Sabtunya. Namun, kalau bulan tidak kelihatan alias ditutup awan, mereka akan berpuasa sehari lagi. Otomatis mereka berhari raya Minggunya, dua hari setelah raya dilakukan banyak orang.
    Syahrial Tuanku Sati, salah seorang ulama muda di Kenagarian Guguak, Kecamatan 2 X 11 Kayutanam mengaku persoalan melihat bulan, merupakan pengajian yang telah lama adanya. Hal itu berlaku sejak zaman Nabi dulu hingga sampai akhir nanti. Siapapun masyarakat Islam yang beriman, mau puasa dan mengakhiri puasa harus dengan melihat bulan. "Kalau bulan tidak kelihatan, maka wajib menggenapkan bulan yang sebelumnya menjadi 30 hari. Namun demikian, tatacara melihat bulan itulah yang banyak macamnya ditengah masyarakat," ujarnya kemarin.
    Menurutnya, seluruh perbedaan cara pandang untuk memulai dan mengakhiri Ramadhan, harus sama-sama dihargai sebagai sebuah dinamika dan tradisi nagari. Tidak perlu saling salah menyalahkan dalam masalah demikian. "Yang perlu kita perbincangkan, adalah tentang banyaknya masyarakat Islam dewasa yang tidak sanggup berpuasa. Mereka dengan seenaknya merokok dan makan ditengah banyak orang," ujarnya.
    "Semua tradisi memulai dan mengakhiri puasa, yang dilakukan ditengah masyarakat adalah kekuatan daerah yang harus dijaga keutuhannya. Apalagi di Padang Pariaman kelompok masyarakat yang melakukan hal itu merupakan kelompok terbesar. Hampir diseluruh kampung, masyarakat Syathariyah tetap berkembang dengan dinamikanya. Pengajian tersebut berkembang secara turun-temurun sejak dulunya. Begitu juga, mereka yang mengikuti pemerintah atau yang lebih dulu dari pengumuman Menteri Agama, adalah kelompok yang menjalankan ibadah puasa sesuai dengan keyakinan dan ilmu yang dia peroleh dalam masalah demikian," kata Syahrial. (dam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar