Selasa, 27 September 2016

Pegawai Kemenag Diminta Menjadi Contoh di Tengah Lingkungannya

Pegawai Kemenag Diminta Menjadi Contoh di Tengah Lingkungannya

Padang Pariaman--Kementerian Agama Kabupaten Padang Pariaman rutin melakukan upacara Hari Kesadaran Nasional (HKN), yang dilaksanakan setiap bulan. Tanggal 17 merupakan kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan institusi tersebut
    Selasa kemarin HKN dilaksanakan di halaman Kantor Kemenag di Kiambang, dengan upacara pengibaran bendera merah putih yang diikuti semua pegawai, mulai dari pejabat, pengawas Madrasah dan pengawas sekolah, Kepala Madrasah, Kepala KUA kecamatan, penghulu dan penyuluh agama serta seluruh pegawai.
    Kepala Kemenag H. Masrican menyampaikan, ada kebijakan Menteri Agama RI dengan menerapkan lima budaya kerja yang harus menjadi cerminan bagi pegawai di lingkungan Kemenag.
    "Integritas. Pegawai Kemenag harus punya integritas,
profesional dalam melaksanakan tugas, berjiwa inovatif. Kalau kerja sudah baik, jadikan lebih baik dan menerima masukan dari semua pihak," kata dia.
    Selanjutnya, kata Masrican, inovatif dalam kehadiran dan berpakain. Apalagi Kepala Madrasah yang nantinya akan ditiru oleh muridnya. Pegawai harus punya tanggungjawab dengan memahami semua aturan yang ada di Kemenag.
    Katanya lagi, jangan saling menyalahkan. Pegawai Kemenag harus
menjadi teladan dalam melaksanakan tugas, bertingkah laku di tengah
masyarakat dan lingkungan. "Kalau ini semua telah dilaksanakan, masyarakat menjadi puas, nyaman dan merasa terayomi tambahnya," ungkap Masrican.
    Ia juga meminta perhatian dari Kepala Madrasah dan Kepala KUA untuk disampaikan kepada seluruh stafnya, agar mengikuti setiap upacara yang hanya dilaksanakan di waktu-waktu tertentu. (525)         --------------------------------------------------------              
Keputusan Bersama
Tidak Adalagi Kantin di SD N 01 Lubuk Alung

Lubuk Alung--Keberadaan kantin di ruangan sekolah SD 01 Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman yang dikelola oleh Kepala sekolah itu mendapat sorotan dari berbagai pihak yang ada di Kecamatan Lubuk Alung, terutama oleh kalangan pemuda di sekitar sekolah tersebut.
    Senin lalu, Camat Lubuk Alung Suhardi memediasi dalam membahas masalah demikian, dengan menghadirkan pihak sekolah, UPT Pendidikan, Komite Sekolah, pemuda, Walinagari dan Bamus Lubuk Alung itu sendiri.   
    Pemuda Asam Jawa, tempat sekolah itu beroperasi menilai kantin dalam sekolah yang dikelola pihak sekolah sangat merugikan masyarakat. Dan bahkan terjadi hal-hal yang tidak diingini diantara guru dan pelaksana pendidikan di lingkungan sekolah itu.
    Ketua Komite SD 01 Lubuk Alung, Happy Neldy sebenarnya telah lama menerima keluhan masyarakat pemuda sekitar sekolah itu. Dan bahkan, selaku Komite Sekolah, Ketua Komisi I DPRD Padang Pariaman itupun telah memberikan peringatan, agar kantin itu dihentikan. Namun, oleh Herlina, sang kepala sekolah, hal demikian tidak dindahkan.
    Rapat mediasi membuahkan hasil kesepakan bersama, bahwa tidak adalagi kantin dalam sekolah itu. Sebab, guru sebaiknya menjalankan tugasnya dengan baik. Apalagi, para guru saat ini sudah ada yang namanya sertifikasi untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dan tidak zamannya lagi guru berjual beli di sekolah. (525)
-------------------------------------------------

Derita Keluarga Tayung di Ujung Aua Malintang
Rumah tak Layak Huni, Makan Sekali Sehari

Aua Malintang--Siang menjelang sore itu, pondok yang didiami Tayung bersama istri dan anak-anaknya ramai dikunjungi orang-orang baju seragam PNS. Pondok dengan ukuran 2 x 3 meter itupun sesak. Tayung yang hanya seorang petani serabutan, merasa tergagau, gerangan apa yang terjadi.
    Tayung bersama istrinya Nana mengayuh biduk kehidupan dengan terseok-seok. Pasangan keluarga ini sungguh topjer. Mereka dikasih rezeki anak yang sangat luar biasa. Bayangkan, Tayung yang berusia 53 tahun dan Nama 43 tahun telah mempunyai 11 orang anak. Sungguh usia yang sangat produktif.
    Namun, dibalik itu semua, pasangan keluarga yang tinggal di Korong Mudiak Aia, Nagari Balai Baiak, Kecamatan IV Koto Aua Malintang, Padang Pariaman itu susah sekali untuk menghidupi keluarganya. Dari 11 anaknya, dua orang sudah dititipkan di sebuah panti asuhan di Kota Pekanbaru, Riau. Sementara, dua lagi merantau jadi pembatu rumah tangga.
    Berarti, dalam pondok kecil itu Tayung tinggal bersama istri dan tujuh orang anaknya. Anaknya yang telah besar, tak seorangpun yang tamat SD. Termasuk Tayung dan Nana tidak pula mempunyai riwayat pendidikan yang memadai. Kini, tiga orang anaknya duduk di bangku kelas satu SD 08 Aua Malintang.
    Dari tiga orang anak yang satu kelas itulah bermula terbukanya cerita kehidupan Tayung dan Nana. Pada satu kali anak demikian tidak hadir di sekolah. Pada saat hadir, gurunya menanya, kenapa tak sekolah kemarin. Mereka dengan polosnya menjawab; dilarang sekolah oleh orangtuanya, karena tidak ada beras yang akan ditanak.
    "Kalau ada beras, kami hanya bisa makan satu kali dalam sehari semalam. Kalau tidak ada beras, terpaksa amak memasak pisang untuk dimakan bersama pula. Kadang ubi yang direbus," cerita seorang guru SD 08 mengulangi apa yang diceritakan sang anak Tayung dan Nana.
    Dan itu terbukti. Rombongan Camat IV Koto Aua Malintang Vemi Tulalo bersama UPT Pendidikan, Puskesmas setempat, Kepala Bagian Humas Setdakab Padang Pariaman Hendra Aswara dan sejumlah wartawan yang datang ke rumah itu, Senin kemarin ada bekas ebus pisang di dapurnya yang sangat kecil tersebut. Anak Tayung dan Nana yang masih kecil, tampak perutnya membuncit. Entah apa pula penyakit yang dideritanya, lantaran ketiadaan rezeki yang bisa dinikmati.
    Rumah Tayung yang terletak jauh di Mudiak Aia, sebuah kampung yang sangat tersuruk di kecamatan itu, tak bisa pula ditempuh dengan kendaraan roda empat. Kalaupun bisa dipaksakan, akan punah mobil nantinya. Masih jalan yang dirintis masyarakat. Terpaksa harus berjalan kaki sekitar dua kilometer, mendaki dan menurun. Sudahlah pondok yang dihuni Tayung tak layah huni, listrik tak pula ada. Hanya lampu togok untuk penerangan dalam rumahnya setiap malam.
    Bagi Tayung, sang kepala rumah tangga, apapun pekerjaan dilakukannya. Tentu, karena dia tinggal di kampung hanya bertani yang bisa di kakok. Maka pergilah Tayung ke sawah dan ke ladang orang lain, untuk mengusahakan apa yang bisa dimakan oleh anak dan istri tercintanya. Tayung yang asli warga Malai V Suku, Kecamatan Batang Gasan itu sebenarnya belum pula lama tinggal di Mudiak Aia yang kampung    asli dari istrinya Nana. Baru lima bulan ini.
    Sebelumnya, Tayung tinggal di Pasaman, di sebuah kebun sawit untuk mengadu nasib. Namun, nasib tak juga berubah. Sedangkan anak terus bertambah, dan bertambah. Akhirnya, Tayung dan istrinya sepakat untuk pulang kampung, dengan menghuni sebagian kecil tanah milik orangtua Nana, dengan membuat pondok kecil seadanya, asal dapat berteduh pada saat hujan, dan bermalam dikala matahari hilang dari peredaran.
    Walikorong Mudiak Aia Fadri Kasman sempat sabak tatkala memberikan sambutan singkatnya saat rombongan kecamatan dan kabupaten yang hadir siang menjelang sore itu. "Adalagi sejumlah kepala keluarga di kampung ini yang nasibnya nyaris sama dengan pasangan Tayung dan Nana ini. Kampung kami sangat tertinggal, jauh tersuruk yang sangat jauh dari kemajuan. Setiap kali kami ajukan permohonan bantuan, belum ada yang dapat tanggapan," ungkap Fadri Kasam dengan terbata-bata lantaran terharu.
    Secara spontan, pihak UPT Pendidikan IV Koto Aua Malintang dan SD 08 serta Camat Vemi Tulalo dan rombongan lainnya memberikan bantuan spontanitas, berupa bingkisan pakaian layak pakai, beras, tikar, dan sejumlah uang. Kabag Humas Hendra Aswara berjanji menyampaikan keadaan demikian pada induk semangnya, Bupati Ali Mukhni, agar keluarga Tayung 'dikeroyong' secara bersama. Mulai dari bedah rumah, bantuan untuk program Padang Pariaman Sehat, lantaran sejumlah penyakit mulai menghinggapi keluarga ini. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar