Minggu, 06 Agustus 2017

Di Piaman Setiap Bulan Punya Arti Peristiwa Adat dan Agama

-Di Piaman
Setiap Bulan Punya Arti, Peristiwa Adat dan Agama

Pariaman---Bagi masyarakat Padang Pariaman, seluruh bulan Arab yang 12 punya makna dan arti tersendiri. Sekaligus punya peristiwa, yang hingga kini masih berlaku dan diperingati dengan besar-besaran ditengah masyarakat setempat. Sebut saja bulan Muharram. Rang Piaman bilang, bulan Muharram ini adalah bulan Tabuik. Karena dibulan itulah peristiwa besar, dan hingga kini telah menjadi iven yang sangat luar biasa.
    Terus, setelah bulan Muharram, bulan Syafar. Nah, ini dinamakan dengan bulan Syafa. Karena pada bulan inilah masyarakat entah dari mana datang ke Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Padang Pariaman, tepatnya menziarahi makam Syekh Burhanuddin. Bagi umat Islam, terutama yang berfaham kaum kuno, bulan Syafar demikian menjadi momen tersendiri untuk bersama-sama datang menziarahi gurunya. Hal demikian juga dinamakan dengan basyafa. Ada Syafa gadang dan adapula Syafa ketek.
    Setelah bulan Syafar habis, timbullah bulan Rabiul Awal. Bulan ini juga tidak bisa dipandang remeh oleh rang Piaman. Hampir semua masyarakat perkampungan daerah ini memperingati hari lahir Nabi Muhammad Saw, dengan cara tradisi yang pernah melekat sejak dulunya. Peringatan Maulid tersebut dilakukan di masjid dan surau. baik itu surau milik korong, maupun surau milik suku yang ada ditengah masyarakat korong terkait. Ketika ada peringatan Maulid, jelas ada pula peristiwa malamang. Masyarakat, terutama perempuan Piaman, tidak merasa nyaman, orang di suraunya memperingati Maulid, dia tidak bikin lamang dirumahnya. Hal itu tidak akan terjadi.
    Melainkan, dia berlomba-lomba pula untuk membuat lamang, sebagaimana mestinya. Bulan maulid ini juga berlaku tiga bulan, yang dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal. Artinya, di Piaman dikenal dengan bulan Maulid, Adiak Maulid dan bulan Maulid Terkahir. Semiskin-miskinnya rang Piaman, apabila telah berkumpul untuk bicara soal peringatan Maulid di suraunya, pasti ada cara untuk mengakat acara maulid demikian. Disilah lahirnya budaya badoncek, sato sakaki, yang tujuan akhirnya adalah menyelesaikan pembangunan surau dimaksud.
    Begitupun peristiwa yang terjadi pada bulan Rajab. Bulan ini dinamakan oleh rang Piaman dengan bulan sarang bareh. Sebab, pada bulan itu masyarakat membuat sarang bareh, yakni sebuah makanan yang terbuat dari beras, dan dimakan pakai manisan yang terbuat dari saka. Sejak dari awal masuknya bulan ini, masyarakat telah memulai membuat makanan itu. Hal itu juga diiringi dengan memanggil seorang urang siak, untuk diundang kerumah, dan selanjutnya dipanjatkan doa, sekaligus jamuan, yang dinamakan dengan doa bulan kanak-kanak.
    Sehabis bulan sarang bareh, datang pula bulan lamang, atau bulan Sya'ban. Pada bulan ini, hampir setiap rumah mengadakan peringatan, atau mangaji kapuaso, dengan melibatkan banyak urang siak, atau ahli agama, yang di Padang Pariaman dinamakan dengan labai beserta pegawainya. Setiap rumah yang mengadakan mangaji kapuaso demikian, paling tidak melibatkan enam sampai sepuluh urang siak. Selesai mangaji, urang siak diberi lamang, dan sedekah berupa uang oleh yang punya rumah.
    Kalau kita pelajari semua bulan demikian, maka erat pula hubungannya dengan tradisi Islam yang pertama kali dikembangkan oleh Syekh Burhanuddin dulunya. Memang, membuat lamang setiap kali peringatan Maulid dan mangaji kapuaso tidak ada satu ayat dan hadist pun yang menyuruh. Tetapi, bagi rang Piaman, bila itu telah menjadi tradisi, maka sulit untuk dihilangkan begitu saja. dan itu saling sambung-bersambung dari genersai-kegenerasi berikutnya.
    Disinilah letaknya barangkali, ada kekuatan adat dan agama. Disebut dia adat, lantaran tidak dianjurkan dalam agama, dan tidak pula bertentangan dengan tradisi keagamaan. Namun, pekerjaan tersebut bisa berlaku dan malah bertambah besar. Lihat sajalah ketika masyarakat di Ulakan sana memperingati Maulid. Begitu juga saat peringatan Syafa di Ulakan. Semua tempat dan lokasi padat. Parkir susah, berjalan juga demkikian, saking ramainya manusia yang hadir saat basyafa tersebut. (damanhuri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar