Rabu, 24 Januari 2018

Akibat Galian C Kapalo Banda Pati Kayu Tiap Sebentar Jebol

Anduriang--Dampak terbesar yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang galian C di Nagari Anduriang, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Padang Pariaman adalah kerusakan irigasi yang istilah di kampung itu kapalo banda.
"Bila debit air kencang mengalirnya, membuat kapalo banda tak bisa bertahan. Mudah jebol. Maka, kami petani di Anduriang ini hampir tiap musin ke sawah selalu diawali dengan gontong royong memperbaiki kapalo banda," kata Hardi Candra, salah seorang tokoh pemuda Anduriang, pada Singgalang, Kamis (25/1) kemarin.
Yang paling besar, kata dia, adalah kapalo banda Pati Kayu. Berpusat di Nagari Guguak, mengaliri sawah petani tiga korong di Anduriang. Yakni Korong Lubuak Aua, Lubuak Napa, dan Kampuang Tangah.
"Lebih dari 100 hektare sawah yang selalu memanfaatkan kapalo banda Pati Kayu ini," ungkap dia. Memang, kata Candra, aktivitas galian C lumayan jauh di Rimbo Kalam. Tetapi, dampaknya kapalo banda ini selalu jebol.
Kemudian, ujar dia lagi, sejak dua tahun terakhir sudah rusak tiga unit rumah masyarakat Kampuang Tangah akibat hempasan Sungai Batang Anai. Dua di antara yang tiga rumah itu hanyut, dan tak lagi bisa digunakan. Sedangkan yang satu lagi rusak berat.
Masih di Korong Kampuang Tangah, sebut Candra, Surau Sikumbang juga ikut korban akibat ganasnya Sungai Batang Anai tersebut. "Mengingat dampak yang cukup besar akibat galian C demikian, masyarakat Anduriang ingin galian itu berhenti dan ditutup habis. Baik menambang lokal dengan kekuatan manusia, maupun menambang yang menggunakan alat berat,' ujar dia.
"Bila kita lihat di Korong Balah Aie, sudah terlihat jarak Sungai Batang Anai dengan jalan kabupaten hanya 50 centimeter di beberapa titik. Besar kemungkinan, dalam waktu tak terlalu lama, jalan raya itu akan terban," kata Candra lagi.
Belum lagi, ulas dia, jalan yang baru diaspal pemerintah di Rimbo Kalam yang hanya sebentar dinikmati masyarakat. "Sekarang, anak SD dan SMPN 4 2x11 Kayutanam di Rimbo Kalam pulang dan pergi ke sekolah harus menjinjing sepatunya akibat jalan tiap sebentar berlumpur. Yalah kalau musim hujan, tentu biasa jalan berlumpur. Ini musim panaspun tetap ada lumpurnya, karena mobil pengangkut galian itu meneteskan air di sepanjang jalan," sebutnya.
"Atas kesepakatan seluruh niniak mamak pemegang ulayat Nagari Anduriang tak lagi membiarkan aksi tambang itu. Sebab, kegiatan ini tidak sekedar merusak lingkungan, tetapi juga antar masyarakat saling jelek-menjekekan," tegasnya.
Candra melihat, pihak penambang telah berhasil mengadu-domba masyarakat Anduriang. Fitnah sudah bersileweran dalam kampung. Nah, saatnya pemerintah menghentikan aktivitas ini. Jangan tunggu korban yang lebih parah. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar