Senin, 17 Juli 2017

Asfar Amir Tanjung Sering Dicampakkan, Selesaikan Program Doktor Saat Jadi Pengawas PAI

Asfar Amir Tanjung
Sering Dicampakkan, Selesaikan Program Doktor Saat Jadi Pengawas PAI

Pariaman--"Siapa yang shalatnya tidak pernah tinggal," tanya Dr. H. Asfar Amir Tanjung, suatu ketika saat dia membina upaca di salah satu sekolah SMA. Awak, pak, kata sejumlah siswa dan siswi. "Awak disamping shalat ndak pernah tinggal, juga juara dalam kelas, pak," kata siswa yang lain.
    Kontan saja, Asfar Tanjung yang Wakil Sekretrais Badan Akreditasi Provinsi (BAP) Sumatera Barat itu membuka dompetnya, dan langsung mengeluarkan lembaran uang untuk diberikan pada siswa yang punya prestasi di kelas, dan tidak pernah pula meninggalkan kewajiban dalam agama Islam demikian.
    Bagi Asfar Tanjung yang telah malang melintang di dunia berokrasi Kemenag Sumatera Barat, dan kini sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam (PAI) di lingkungan SMP dan SMA tersebut, pendidikan karakter harus menjadi utama. "Di antara anak yang berkarakter itu, ya akhlaknya rancak, tidak pernah meninggalkan kewajiban dalam beragama, kecuali ada halangan kalau dia seorang wanita," ujar pria kelahiran Pariaman 2 Mei 1962 itu.
    Sebagai seorang Pengawas, Asfar Tanjung yang tercatat sebagai wartawan Haluan dan anggota PWI Sumatera Barat itu dikenal sebagai seorang yang kritis, dan acap melakukan kritikan manakala kebijakan induk semangnya tidak sesuai dengan aturan main yang berlaku. Baginya, bekerja sebagai PNS, tidak mesti harus menyenangkan hati atasan. "Kalau pekerjaan itu salah, jangan kita biarkan pimpinan tersesat," ulasnya.
    "Hari ini pimpinan kita melakukan kesalahan, harus hari ini pula dia perbaiki kesalahan demikian," tegasnya. Ibarat salah dalam menulis berita, jangan tunggu kesalahan itu berlama-lama. Sebab, berita tak boleh ditunggu lama. Nanti basi. Harus hari itu juga diperbaiki.
    Dengan jiwa kritis itu, agaknya Asfar Tanjung tak pernah dapat jabatan strategis dalam lingkungan kerjanya. Ketika dia jadi salah seorang Kasi di lingkungan Kemenag Sumbar, dia acap mengkritisi induk semangnya, Dalimi Abdullah. Dengan itu, cepat saja Doktor bidang Manajemen Pendidikan di Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Tanjong Maling, Perak, Malaysia ini dipindahkan dari Kanwil ke Kemenag Kota Padang Panjang.
    Di kota berhawa sejuk itu, tak membuat jiwa wartawan yang kritis Asfar Tanjung hilang begitu saja. Dia tetap "melawan" ketika kebijakan atasannya bertentang dengan undang-undang. Dengan itu, dari kota ini dia kembali dipindahkan ke Kabupaten Kepulauan Mentawan. Kali ini tidak lagi salah seorang pejabat, tetapi hanya staf di salah satu Kantor KUA pula.
    Bagi dia, kritis terhadap atasan, merupakan bagian dari dakwah itu sendiri. "Sampaikalah kebenaran itu walaupun pahit tantangannya". Hadis ini yang menjadi pemicu oleh Asfar, sehingga dia tak tergiur jabatan, kalau idealismenya tergadai.
    "Kalau saja saya ambil jabatan, besar kemungkinan sekolah saya tidak berlanjut, seperti yang baru saja saya selesaikan di negara tetangga, Malaysia," ujarnya. Jadi, katanya, hikmah jadi Pengawas, selesai pendidikan S-3, dan banyak kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan.
    Suami Helmi (guru SMA N 1 Padang) yang telah dikarunia lima putra dan putri ini juga aktif mengajar ilmu Publistik dan Fhotografer di STID Pasaman dan STID YKI Padang. Sebelumnya, dia juga jadi dosen Jurnalistik di Fisipol Unes Padang. Melalui dunia itulah dia yakin akan bisa menularkan ilmu kepada calon-calon masa depan bangsa.
    "Dengan pendidikan ini pula kita bangun kejujuran, karakter, dan akhlakul karimah. Nabi Muhammad Saw diutus ke permukaan bumi ini adalah untuk merubah akhlak manusia," ulasnya.
    Kini, lanjut Asfar Tanjung, akhlak anak bangsa sedang mengalami dekradasi. Untuk ini, melalui Pengawas PAI di Sumbar, dia tak segan-segan menegur guru dan kepala sekolah yang dinilainya tak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
    "Banyak pelaku pendidikan ketika ditanya, asal menjawab saja. Saya tak mau seperti itu. Saya langsung cek kebenarannya. Contoh, saya bertanya tentang aktivitas pustaka. Sang kepala sekolah menjawab, pustaka itu sibuk terus. Saya buktikan, ternyata banyak buku-buku dalam pustaka itu penuh debu, lantaran sudah sekian lama tak dilihat," ujarnya. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar