Sabtu, 21 Juli 2018

Guru untuk Belajar Kehidupan Bagi Wartawan Yunior itu Telah Pergi Selamanya

Batang Anai--Wartawan senior, Munlika berpulang. Meninggal di Rumah sakit Umum Padang Panjang, Minggu (22/7) Subuh, diangkut ke kediamannya di Tanjung Basung, Nagari Sungai Buluah Barat, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Innalillahi wainnailaihi rajiun.
Bapak kelahiran Liam Kaum, Kabupaten Tanah Datar 8 April 1952 ini terakhir adalah wartawan Zaman. "Munlika adalah guru untuk belajar kehidupan bagi kita wartawan yunior," kata Ketua PWI Padang Pariaman Ikhlas Bakri.
Lama bergelud dengan penyakit asma, dan sempat berpindah-pindah rumah sakit, akhirnya Munlika yang meninggalkan seorang istri dan beberapa putra-putri itu menghebuskan nafas terakhirnya.
Munlika memulai pekerjaan jadi Wartawan pada tuhun 1982 di Koran Masuk Desa (KMD) Haluan ditugaskan sebagai wartawan foto. Awal tahun 1983 disamping wartawan foto, Kordinator KMD Haluan Basri Segeh waktu itu menyarankan dia supaya meliput dan menulis berita-berita kegiatan yang ada di desa, seperti desa terisolir, belum terjangkau penerangan listrik, jalan rusak dan sebagainya.
Seperti dituturkan Malin dalam buku Lebih Dekat dengan Wartawan Piaman yang diterbitkan PWI Padang Pariaman, Malin banyak membuat berita-berita seperti itu. Dan berita kampung terisolir ini sangat dibutuhkan oleh KMD Haluan, karena bagi mendiang Bupati Anas Malik berita seperti ini sangat dibutuhkan.
Di pertengahan tahun 1984, Munlika bergabung ke Harian Singgalang, diajak oleh Marzi Tamrin, wartawan senior di Singgalang kala itu. Selama di harian Singgalang ini, dia menimba ilmu tentang jurnalistik dan pengalaman beretika jadi wartawan. Soalnya ketika itu, redaksi sering mengutusnya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan demi meningkatkan SDM.
Di harian Singgalang pula Munlika paling banyak mendapat suka dan duka. Tepatnya pada tahun 1985, di kala itu dia memberitakan ada peristiwa judi di suatu warung, tepatnya di Kenegarian Katapiang. Melihat berita judi tersebut, Babinsa yang ditugaskan di sana marah-marah, dan sempat tiga hari mencari Pak Malin, sapaan akrap Munlika. Tetapi tidak ketemu, bertanya ke sana sini, sehingga ada tetangga mengingatkan dia supaya menghindar jauh-jauh karena ada tentara yang mencari. Munlika tidak peduli.                            Pertengahan 1992, Munlika berhenti di harian Singgalang dan bergabung dengan harian umum Semanga, diajak oleh Wiztian Yoetri atau Ciwek. Sekitar empat tahun lamanya di Semangat, tiba-tiba perusahan mengalami krisis, Semangat pun tidak terbit. Berdirilah harian "Semangat Demokrasi", dengan Pemrednya Infai. Juga tidak bertahan lama, Munlika akhirnya bergabung dengan Mingguan Tabloid Zaman. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar