Senin, 11 September 2017

Sepantasnya Kota Lubuk Alung Tagak Surang Oleh : Irwandi Sulin - Tokoh Masyarakat Lubuk Alung

Sepantasnya Kota Lubuk Alung Tagak Surang
Oleh : Irwandi Sulin - Tokoh Masyarakat Lubuk Alung

    Sewaktu penulis menjadi Ketua Himpunan Pemuda Pelajar Lubuk Alung (HIPPEL) pernah terbesit pemikiran untuk menjadikan Lubuk Alung sebagai kota penyangga. Era itu dicanangkan istilah "PALAPA" Padang (PA) Lubuk Alung (LA) dan Pariaman (PA) dengan menempatkan Lubuk Alung sebagai sentral pertumbuhan daerah. Hal ini pun dicanangkan oleh Bupati di era 1980-an (H. Anas Malik) dalam satu pertemuan generasi muda Lubuk Alung, Batang Anai di tahun 1983.    
    pada Pertemuan tokoh masyarakat dan pemuda di Gedung Nasional Lubuk Alung terungkap, bahwa pemekaran daerah sudah perlu dipersiapkan dan Lubuk Alung yang dijadikan sebagai sentra pertumbuhan itu, sebagaimana ditekankan pada kata "PALAPA" dimaksud. Konsep inilah yang sebenarnya kita tunggu sejak lama. Hanya saja pada waktu itu kita belum berfikiran untuk memekarkan daerah ini.
    Kenyataan, sepanjang sejarah perjuangan Kabupaten Padang Pariaman dikenal sebagai daerah yang amat luas, sehingga menjadi anekdot "Piaman Laweh". Perkembang daerah ini semakin mengecil mengingat kebutuhan pemerithan dan perkembangan kebutuhan masyarakat, daerah ini mengalami pengurangan luas akibat dijadikan daerah pemekaran. Mulai Kota Padang  1972. Setelah masa reformasi, Padang Pariaman dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Kepulauan Mentawai dan menjadi Kota Pariaman di era 2000-an. Cerita "PALAPA" pun menghilang dari peredaran. Artinya, Lubuk Alung gagal menjadi sentra penyangga Padang Pariaman.
    Pemekaran kota Pariaman didorong dengan konsep pengembangan administrasi dan layanan teknis pembangunan. Sejalan dengan semakin dibutuhkannya pemerataan pembangunan, maka akhirnya Kota Pariaman tagak surang, yang saat ini akan melakukan pemilihan walikota untuk genersi ke-4. Perlu keseriusan dalam mengembangkan konsep pertumbuhan daerah. Kenyataan perubahan sikap mengembangkan daerah ini telah diikuti dengan semaraknya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari berbagai sektor. Hal inilah yang sebenarnya harus dijadikan sebagai landasaran berfikir bagi kita masyarakat untuk mengembangkan wilayah.
    Secara monografi, Nagari Lubuk Alung lama yang terdiri dari satu kawasan datar dan berbukit sedang, merupakan hamparan wilayah dengan luas 111,63 km2, dengan jumlah penduduk 69.743 jiwa, kepadatan 628 jiwa/km2. 
    Dibandingkan Kota Pariaman dengan luas daerah mecapai 73,36 km2, dihuni oleh penduduk sekitar 95 ribu jiwa atau 1.300 per/km2, Lubuk Alung mempunyai luasan 35 peren lebih luas dari Kota Pariaman. Dengan artian, luas Kota Pariaman hanya 65 persen dari luas Kecamatan Lubuk Alung. Kota Pariaman terdiri dari empat kecamatan dengan 71 kelurahan. Lebih lanjut jika kita membandingkan pula dengan Kota Padang Panjang, yang mempunyai luas 23 km dengan kepadatan 4.500 jiwa/km2 (setara dengan 103.500 Jiwa), ternyata luas daerah yang hanya 21 persen dari luas Lubuk Alung. Di dukung dua kecamatan; Padang Panjang Timur dan Padang Panjang Barat, dan 16 kelurahan.
    Melihat kondisi ini, dapat dilihat secara luas Lubuk Alung sudah selayaknya mengalami pemekaran wilayah kecamatan, dengan tujuan untuk mempercepat rood mapping  pembangunan di kecamatan yang memiliki 10 nagari. Dibandingkan dengan data teknis monografi yang lebih siqnifican dari dua kota tetangga; Pariaman dan Padang Panjang, maka sudah selayaknya Kota Lubuk Alung mengalami pemekaran daerah, baik dengan memekarkan kecamatan tunggal menjadi kecamatan pemekaran, tentu akan diikuti dengan pemekaran nagari.
    Secara ekonomi, Lubuk Alung dapat dikatakan sudah mandiri dengan dukungan dari sumber penerimaan daerah yang berasal dari kontribusi galian C, pertanian dan perdagangan. Secara umum struktur ekonomi masyarakat sudah sangat baik, mengingat 30 persen masyarakat Lubuk Alung adalah kaum pendatang. Koloni pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh homogenitas masyarakat sangat mendorong bagi pertumbuhan daerah dan masyarakat. Tinggal saat ini yang terpenting adalah sikap dalam menata pertumbuhan ekonomi kecamatan dan nagari.
    Mendorong faktor di atas, maka perlu sikap kebersamaan kita masyarakat Lubuk Alung untuk berfikir secara simultan dan cousal yang mengarah kepada pernyataan dan sikap untuk mempunyai filosofi secara bersama untuk mendukung mimpi lama, generasi kita untuk menyiapkan daerah ini demi kesejahteraan masyarakat di masa mendatang. 
    Pada 28 Agustus 2017, bertempat di Puncak Bukik Lubuk Alung, di pinggiran Sungai Batang Anai telah diadakan kebersamaan dan diskusi guna mencanangkan dan memantapkan pemikiran untuk mendorong pencapaian pemekaran kecamatan dan mempersiapkan diri untuk menjadikan Kota Lubuk Alung. Harapan dalam pertemuan yang dihadari tokoh niniak mamak, tokoh muda dan Bundo Kandaung, beberapa intelektual telah menyatukan visi, bahwa kita masyarakat Lubuk Alung harus bisa, dan bersama bertekad untuk menjadikan Lubuk Alung menjadi kota, sehingga di masa depan dapat mendorong pertumbuhan dan dinamika ekonomi yang lebih baik. Rapat menetepkan pengelompokan kegiatan yang diketuai Sondra Mulia, Landi Efendi selaku Sekretaris dan tim dapur yang didukung oleh kelompok intelektual. Pencanangan ini diberkahi Allah Swt, dan terwujud demi pertumbuhan dan dinamika daerah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar