Sepantasnya Kota Lubuk Alung Tagak Surang
Oleh : Irwandi Sulin - Tokoh Masyarakat Lubuk Alung
Sewaktu penulis menjadi Ketua Himpunan Pemuda Pelajar Lubuk Alung
(HIPPEL) pernah terbesit pemikiran untuk menjadikan Lubuk Alung sebagai
kota penyangga. Era itu dicanangkan istilah "PALAPA" Padang (PA) Lubuk
Alung (LA) dan Pariaman (PA) dengan menempatkan Lubuk Alung sebagai
sentral pertumbuhan daerah. Hal ini pun dicanangkan oleh Bupati di era
1980-an (H. Anas Malik) dalam satu pertemuan generasi muda Lubuk Alung,
Batang Anai di tahun 1983.
pada
Pertemuan tokoh masyarakat dan pemuda di Gedung Nasional Lubuk Alung
terungkap, bahwa pemekaran daerah sudah perlu dipersiapkan dan Lubuk
Alung yang dijadikan sebagai sentra pertumbuhan itu, sebagaimana
ditekankan pada kata "PALAPA" dimaksud. Konsep inilah yang sebenarnya
kita tunggu sejak lama. Hanya saja pada waktu itu kita belum berfikiran
untuk memekarkan daerah ini.
Kenyataan,
sepanjang sejarah perjuangan Kabupaten Padang Pariaman dikenal sebagai
daerah yang amat luas, sehingga menjadi anekdot "Piaman Laweh".
Perkembang daerah ini semakin mengecil mengingat kebutuhan pemerithan
dan perkembangan kebutuhan masyarakat, daerah ini mengalami pengurangan
luas akibat dijadikan daerah pemekaran. Mulai Kota Padang 1972. Setelah
masa reformasi, Padang Pariaman dimekarkan lagi menjadi Kabupaten
Kepulauan Mentawai dan menjadi Kota Pariaman di era 2000-an. Cerita
"PALAPA" pun menghilang dari peredaran. Artinya, Lubuk Alung gagal
menjadi sentra penyangga Padang Pariaman.
Pemekaran kota Pariaman didorong dengan konsep pengembangan administrasi
dan layanan teknis pembangunan. Sejalan dengan semakin dibutuhkannya
pemerataan pembangunan, maka akhirnya Kota Pariaman tagak surang, yang
saat ini akan melakukan pemilihan walikota untuk genersi ke-4. Perlu
keseriusan dalam mengembangkan konsep pertumbuhan daerah. Kenyataan
perubahan sikap mengembangkan daerah ini telah diikuti dengan semaraknya
pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari berbagai
sektor. Hal inilah yang sebenarnya harus dijadikan sebagai landasaran
berfikir bagi kita masyarakat untuk mengembangkan wilayah.
Secara monografi, Nagari Lubuk Alung lama yang terdiri dari satu
kawasan datar dan berbukit sedang, merupakan hamparan wilayah dengan
luas 111,63 km2, dengan jumlah penduduk 69.743 jiwa, kepadatan 628
jiwa/km2.
Dibandingkan Kota Pariaman
dengan luas daerah mecapai 73,36 km2, dihuni oleh penduduk sekitar 95
ribu jiwa atau 1.300 per/km2, Lubuk Alung mempunyai luasan 35 peren
lebih luas dari Kota Pariaman. Dengan artian, luas Kota Pariaman hanya
65 persen dari luas Kecamatan Lubuk Alung. Kota Pariaman terdiri dari
empat kecamatan dengan 71 kelurahan. Lebih lanjut jika kita
membandingkan pula dengan Kota Padang Panjang, yang mempunyai luas 23 km
dengan kepadatan 4.500 jiwa/km2 (setara dengan 103.500 Jiwa), ternyata
luas daerah yang hanya 21 persen dari luas Lubuk Alung. Di dukung dua
kecamatan; Padang Panjang Timur dan Padang Panjang Barat, dan 16
kelurahan.
Melihat kondisi ini, dapat
dilihat secara luas Lubuk Alung sudah selayaknya mengalami pemekaran
wilayah kecamatan, dengan tujuan untuk mempercepat rood mapping
pembangunan di kecamatan yang memiliki 10 nagari. Dibandingkan dengan
data teknis monografi yang lebih siqnifican dari dua kota tetangga;
Pariaman dan Padang Panjang, maka sudah selayaknya Kota Lubuk Alung
mengalami pemekaran daerah, baik dengan memekarkan kecamatan tunggal
menjadi kecamatan pemekaran, tentu akan diikuti dengan pemekaran nagari.
Secara ekonomi, Lubuk Alung dapat dikatakan sudah mandiri dengan
dukungan dari sumber penerimaan daerah yang berasal dari kontribusi
galian C, pertanian dan perdagangan. Secara umum struktur ekonomi
masyarakat sudah sangat baik, mengingat 30 persen masyarakat Lubuk Alung
adalah kaum pendatang. Koloni pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh
homogenitas masyarakat sangat mendorong bagi pertumbuhan daerah dan
masyarakat. Tinggal saat ini yang terpenting adalah sikap dalam menata
pertumbuhan ekonomi kecamatan dan nagari.
Mendorong faktor di atas, maka perlu sikap kebersamaan kita masyarakat
Lubuk Alung untuk berfikir secara simultan dan cousal yang mengarah
kepada pernyataan dan sikap untuk mempunyai filosofi secara bersama
untuk mendukung mimpi lama, generasi kita untuk menyiapkan daerah ini
demi kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
Pada 28 Agustus 2017, bertempat di Puncak Bukik Lubuk Alung, di
pinggiran Sungai Batang Anai telah diadakan kebersamaan dan diskusi guna
mencanangkan dan memantapkan pemikiran untuk mendorong pencapaian
pemekaran kecamatan dan mempersiapkan diri untuk menjadikan Kota Lubuk
Alung. Harapan dalam pertemuan yang dihadari tokoh niniak mamak, tokoh
muda dan Bundo Kandaung, beberapa intelektual telah menyatukan visi,
bahwa kita masyarakat Lubuk Alung harus bisa, dan bersama bertekad untuk
menjadikan Lubuk Alung menjadi kota, sehingga di masa depan dapat
mendorong pertumbuhan dan dinamika ekonomi yang lebih baik. Rapat
menetepkan pengelompokan kegiatan yang diketuai Sondra Mulia, Landi
Efendi selaku Sekretaris dan tim dapur yang didukung oleh kelompok
intelektual. Pencanangan ini diberkahi Allah Swt, dan terwujud demi
pertumbuhan dan dinamika daerah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar