Senin, 12 Juni 2017

Perda Tentang Pakaian Muslimah Dinilai Belum Jalan

-Dilingkungan Pemkab Padang Pariaman
Perda Tentang Pakaian Muslimah Dinilai Belum Jalan

Pariaman--Peraturan Daerah (Perda) Padang Pariaman nomor 06 tahun 2010, tentang kewajiban memakai pakaian muslimah bagi perempuan, terutama bagi pegawai dilingkungan Pemkab setempat, dinilai sebagian kalangan belum berjalan secara maksimal. Padahal, Perda itu sendiri cukup punya banyak manfaat, terutama dalam menegakkan amar mahruf nahi mungkar ditengah masyarakat.
    Menurut Masrizal, anggota Komisi I DPRD Padang Pariaman, mengembalikan pakaian dikalangan perempuan yang selama ini telah menjadi trend dalam hidupnya, memang agak sulit. Namun, karena telah ditetapkan sebagai aturan daerah, itu harus ditegakkan dengan baik dan benar.
    Politisi PPP Padang Pariaman ini melihat harus ada sanksi untuk yang melanggar hal itu, sehingga pelanggarannya tidak merembet pada lain orang. "Apalagi daerah ini, disamping dikenal sebagai daerah yang kaya dengan ulama, juga menjadi pusat tradisi keagamaan. Dan sudah saatnya Perda itu dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku dalam Perda itu sendiri," kata dia pada Singgalang Rabu (20/7) di Pariaman.
    Dia menilai, masih banyak para pegawai dilingkungan Pemkab yang berpakaian belum ala Minangkabau, sebagaimana diatur dalam Perda demikian. "Kita tahu, pakaian bagi perempuan adalah hal yang sangat sensitif. Bila perempuan salah dalam berpakaian, maka imbasnya banyak yang diakibatkannya. Begitu juga ditengah masyarakat. Ini perlu menjadi catatan tersendiri oleh Pemkab, dalam arti penting melihat keselamatan daerah dari berbagai ancaman, akibat serampangannya perempuan bersolek dalam kesehariannya," ujar Ketua Fraksi Bersatu DPRD Padang Pariaman ini.
    Sementara, Suardi Aminsyah Koto, pemerhati masalah agama didaerah bekas gempa itu sangat setuju bila Perda tersebut secepatnya diberlakukan. "Perempuan yang selama ini cenderung memakai pakaian ketat harus diluruskan, agar tidak mengundang terhadap asumsi negatif. Sekaitan hal itu telah dijadikan sebagai aturan daerah, ya harus ditegakkan dengan baik dan benar," kata dia ditempat terpisah.
    Dia melihat, hakikat dari Perda itu, adalah pengembalian pakaian perempuan ke pakaian ala Minangkabau, yang dulunya menjadi pakaian kebangaan bundo kanduang, yang notabene adalah perempuan itu sendiri. Baik itu ketika melakukan aktivitas, maupun dalam keseharian. "Bila hal itu betul-betul dijalankan, Padang Pariaman akan jauh lebih baik lagi dimasa mendatang," katanya. (dam)
--------------------------------------------------

-HUT Koperasi ke-64
Pasar Grosir Kasang Harus Jadi Pusat Pasar Pabukoan

Kasang--Bupati Padang Pariaman, H. Ali Mukhni bersama Dandim, Wakapolres kabupaten dan Kota Pariaman, Ketua Dekopin, Endarmi, dan para Kepala SKPD mengikuti gerak jalan santai jantung sehat, dalam rangka HUT koperasi ke-64, Rabu (20/7) di pasar grosir Kasang, Kecamatan Batang Anai.
    Gerak jalan yang diikuti lebih dari 2.500 orang itu menempuh rute sepanjang 5 kilometer, dengan star dari pasar grosir menuju flay over dan kembali finishnya di pasar grosir tersebut.
    Bupati Ali Mukhni menyatakan, tujuan dipusatkannya pelaksanaan rangkaian kegiatan HUT koperasi ini di pasar Kasang, adalah untuk menyemarakkan, dan meramaikan pasar grosir yang ditargetkan sebelum bulan puasa ini difungsikan, dan diadakan pasar pabukoan serta dibuat terminal persinggahan dalam lokasi pasar.
    Untuk itu, Ali Mukhni menghimbau pada masyarakat untuk mengunjungi pasar ini, dan para pedagang memanfaatkan lokasi dan tempat-tempat yang sudah tersedia untuk berjualan. "Dari keterangan Ketua Dekopin, bahwa pada Senin (25/7) akan dilaksanakan upacara bendera, guna memperingati HUT koperasi ke-64 di areal parkir pasar ini. Semoga pasar ini terus ramai dan berfungsi sebagai pusat perdagangan, sesuai dengan tujuan pembangunannnya," kata Ali Mukhni.
    Pencabutan undian untuk hadiah utama dilakukan langsung Bupati Ali Mukhni, dengan hadiah sebuah TV LG 21 inci, dan diikuti oleh Muspida yang mencabut undian untuk beberapa hadiah lainnya, seperti sepeda, despenser, kipas anggin, dan hadiah lainnya. (dam)
---------------------------------------------------------------

1 Agustus Warga Syatthariyah Secara Resmi Melihat Bulan

Pariaman--Berbagai pihak telah menetapkan tanggal 1 Agustus sebagai hari pertama puasa Ramadhan tahun ini. Sementara, Syatthariyah, sebagai satu dari sekian kelompok keagamaan yang berkembang di Padang Pariaman, justru pada tanggal 1 Agustus tersebut baru menyelenggarakan rukyah hilal, alias melihat bulan.
    Ketua Majelis Zikir Istiqamah Syatthariyah (Mazis) Padang Pariaman, Syafri Tuanku Imam Sutan Sari Alam melihat, prosesi melihat bulan dengan mata telanjang, menjelang dan mengakhiri Ramadhan, adalah ajaran agama dan tradisi yang tidak boleh punah. "Jumat depan, seluruh masjid yang berbasiskan Syatthariyah telah mengumumkan kepada seluruh jamaahnya, tentang hari demikian dilakukannya prosesi melihat bulan," kata dia pada Singgalang, Rabu (20/7) di Pariaman.
    Tuanku Imam Toboh Gadang, Kecamatan Sintuak Toboh Gadang ini menilai, bahwa prosesi melihat bulan bukan ajaran yang baru datang. Tetapi telah berlaku sejak lama. Dan hal itu telah dilakukan oleh pewaris ulama pendahulu tersebut. "Setiap nagari yang ada di Padang Pariaman, biasanya cara menyebarkan ketika bulan kelihatan berbeda-beda, namun tetap semua masyarakat Syatthariyah secara keseluruhannya mengetahui," ujarnya.
    Seperti di Ambung Kapur, Kenagarian Sungai Sariak, setelah bulan kelihatan, itu bedug Masjid Besar VII Koto Sungai Sariak, di Ampalu berbunyi, maka meriam Ambung Kapur dibunyikan pula, sehingga seluruh masyarakat yang tinggal jauh diperkampungan mendengar, kalau dia saatnya menyelenggarakan makan sahur, dan esoknya berpuasa.
    Dinagari lainnya, lain pula cara yang dilakukan. Ada yang sekedar membunyian bedug di setiap masjid. "Selama ini ada dua tempat yang dijadikan sebagai pusat untuk melihat bulan oleh kaum Syatthariyah. Disamping di pantai Ulakan, tempat induk semang besar Syatthariyah, Syekh Burhanuddin dimakamkan, juga banyak yang datang ke Koto Tuo, Kabupaten Agam, tempat makamnya Syekh Aluma, kakek dari Tuanku Mudo Ismed Ismael," kata Syafri.
    Katanya lagi, bila bulan kelihatan pada Senin tanggal 1 Agustus tersebut, maka secara resmi Syatthariyah mulai puasa, Selasa tanggal 2 Agustus. "Namun, bila bulan belum kelihatan, kita harus menyempurnakan Sya'ban 30 hari. Otomatis, Rabu 3 Agustus kita harus berpuasa. Itulah tatacara yang berlaku dalam pengajian yang dikembangkan Syatthariyah selama ini," sebutnya. (dam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar