Senin, 14 Mei 2018

Potret Kehidupan Yet Susanti Tinggal di Rumah Kontrakan Hidupi 10 Anak Lewat Jualan Pepes Ikan

Lubuk Alung--Seorang ibu mampu menghidupi 10 anak. Tetapi, 10 anak belum tentu mampu menghidupi seorang ibu. Kiasan ini agaknya melekat pada Yet Susanti. Dia memegang jabatan rangkap bagi 10 anaknya. Ya, sebagai ibu yang harus merawat semua anaknya, sekaligus sebagai ayah, mencarikan biaya hidup dalam keseharian.
Suaminya, Asrizal sudah lama tak pulang. Tinggal di Pasa Kandang, Nagari Balah Hilia Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Yet Susanti setiap hari berjualan pepes ikan secara berkeliling ke sejumlah daerah di Sumbar.
Ibu muda kelahiran 1984 ini memang terbilang tobjer. Lewat dua orang suaminya, dia telah melahirkan 12 anak. "Dua anak telah meninggal dunia di Pekanbaru, Provinsi Riau. 10 orang ini yang hidup," kata dia saat di datangi Singgalang, Minggu lalu bersama Edi Yanto, petugas registrasi kependudukan.
Kehidupan Yet Susanti yang asli Kabuaten Pesisir Selatan ini sejak awal penuh dengan dinamika. Berharap bisa merubah nasib bersama suami pertamanya, dia kayuh biduk kehidupan di ke Pekanbaru. Hasilnya, kemiskinan tak mau beranjak. Hanya anak yang banyak lahir dari hasil perkawinannya.
Dilanda konflik, akhirnya berpisah, dan kawin lagi dengan Asrizal, pindah dari Pekanbaru ke Lubuk Alung dengan harapan bisa meringankan beban yang berat di tengah keluarganya, ternyata hanya mimpi saja. Lagi-lagi anak yang terus bertambah.
Setiap hari, Yet mengaku membawa 100 sampai 150 bungkus pepes ikan. Satu bungkus pepes ikan dia jual seharga Rp5 ribu. "Beli tiga bisa Rp10 ribu. Kalau rute lagi ke Batusangkar, saya harus berangkat pukul 05.00 WIB. Ke Padang dan Bukittinggi ada pula," ujar dia.
Sementara, 10 anak yang dihidupinya masih kecil-kecil. Belum seorang pun yang bisa mencari uang. Menempati rumah tua, Yet harus mencarikan sewa rumah itu Rp3 juta setahun. Untuk makan sehari-hari, paling tidak Yet harus menghabiskan Rp150 sehari.
Dua anaknya yang agak besar, Gusti dan Rizal hanya bisa tamat SD. Gusti mengaku pernah bekerja di kedai nasi goreng, tetapi sekarang sudah tidak lagi, lantaran tak kuat. Dan lagi, dia harus pula menunggui delapan adiknya yang masih kecil-kecil.
Rizal yang baru saja tamat SD ingin bekerja. "Ada pekerjaan untuk saya, Pak. Kedai nasi, atau kedai apa saja boleh. Yang penting bisa bekerja," kata dia.
Dalam menghidupi keluarga, sepertinya Yet tak sempat dan tidak pernah berpikir untuk raun-raun, menikmati indahnya dunia ini. Pepes ikan yang dia jual itu merupakan produknya sendiri. Kalau tidak pergi jualan, dia pergi ke Pasir Jambak Padang, mencari ikan untuk dijadikan pepes.
"Tergantung rezeki. Kadang-kadang habis. Sering juga pepes ini harus dibawa pulang. Yang jelas, pepes ini hanya untuk sekali jalan. Yang bersisa terpaksa dibuang," ungkapnya.
Dengan melakoni usaha itu, Yet hanya bisa gali lobang tutup lobang. "Acap kurang dari lebihnya. Jadi harus bisa berpandai-pandai. Untuk makan anak sebanyak ini hanya seliter beras saya tanak sehari," ulasnya.
Bagi Yet Susanti, yang utama adalah kehidupan. "Yang penting bisa makan dulu. Pakai anak, ya apa adanya saja," sebutnya. Tak heran pula, saat bersua di rumahnya, sebagian besar anak-anaknya itu bagaikan tak terurus. Memakai baju yang lusuh, menandakan keluarga ini betul-betul tak punya dan hidup dibawah garis kemiskinan. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar