Senin, 07 Mei 2018

Kegigihan Saifullah Menuntut Ilmu Kuliah Biaya Sendiri Ikut Menanggung Beban Orangtua dan Adik

Parit Malintang--Kekurangan biaya kuliah tak membuat Saifullah patah semangat untuk meneruskan studinya di perguruan tinggi. Meskipun teman seangkatan dengan pria lajang berusia 30 tahun ini telah lama menyelesaikan kuliahnya, bahkan sudah ada yang tamat S2, dia tidak merasa minder pada semester IV di jurusan Manajemen Ekonomi Unitas Padang.
Saifullah, anak nomor dua dari tiga bersaudara itu dalam kesehariannya berprofesi ganda. Di samping mahasiswa yang terbilang berusia tua di kampusnya, dia juga pegawai honor pada Tata Usaha SMPN 2 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, dan sesekali mengajar Pramuka di SDN 13 Enam Lingkung serta SDN 08 dan 09 Kecamatan 2x11 Enam Lingkung.
Yang tak kalah hebat itu, Saifullah ikut pula membiayai kehidupan seorang ibunya yang telah lama ditinggal pergi oleh ayahnya sendiri. Untungnya, seorang adiknya baru saja menyelesaikan pendidikan di SMA Pondok Pesantren Subulussalam, Lubuk Pandan yang ikut pula dia biayai dulunya.
Berkali-kali dia gagal dalam memperoleh besiswa untuk meringankan beban yang teramat berat tersebut. Prinsip dia begitu keras pula. "Kalau udah gagal itu, saya tak mau lagi menanyakan soal beasiswa tersebut. Saya pernah mendatangi Baznas Padang Pariaman, dan Kantor Walinagari Parit Malintang, meminta agar dapat bantuan biaya pendidikan," ujarnya, Senin (7/5).
Ditemui di rumah orangtuanya, Kampuang Suduik, Korong Balai, Nagari Parit Malintang bersama Koordinator Wilayah Penyuluh KB Kecamatan Enam Lingkung, Bakhrial Eri dan Babinsa Azwir, Saifullah menceritakan kegigihannya dalam menuntut ilmu.
Ibunya, Siti Nurbaya tak punya penghasilan tetap. Menempati rumah tua yang terbuat dari kayu, berdinding tadir, yang lantai papannya sebagian sudah ada yang keropos karena lapuk dimakan usia, Saifullah ingin sekali kuliahnya tuntas.
"Ini sudah kuliah yang kedua kalinya saya ikuti. Sebelumnya, sudah sampai semester VII di Universitas Bung Hatta Padang, yang memilih berhenti akibat tak ada lagi biaya," cerita dia.
Menjadi tenaga honorer di SMP yang terletak di Korong Padang Baru, Parit Malintang, Saifullah diberi uang Rp400 ribu sebulan. "Untung ada motor tua pinjaman kakak angkatnya, yang menjadi pembantu untuk pulang pergi Parit Malintang - Padang, tempat kuliah. Menjelang pergi kuliah, saya kadang-kadang mengojek bagi guru yang tak punya kendaraan," ungkapnya.
Sementara, dari mengajar Pramuka pada tiga SD di dua kecamatan, Saifullah dapat honor Rp600 ribu sebulan. Sebab, satu SD memberi dia uang untuk mata pelajaran ekrakurikuler tersebut Rp200 ribu.
"Nah, dari total Rp1 juta sebulan itulah kuliah saya biayai. Termasuk biaya rumah tangga dan seorang adik yang selesai pendidikan SMA," sebutnya. Saifullah, ditinggal oleh ayahnya sejak berusia tujuh tahun. Sedangkan adiknya masih dalam kandungan. Kini, ayahnya menghabiskan masa tuanya di kampung halamannya sendiri, Alahan Panjang, Kabupaten Solok.
Mengisi waktu luang dalam keseharian, ibu Saifullah yang berusia 60 tahun hanya mencari pinang dalam parak urang kampung. Pinang dapat, dijemur, dan sewaktu-waktu dia jual ke pembeli yang sekilonya dihargai Rp12 ribu.
"Tak menentu. Namanya saja pinang dicari. Bukan pinang dibeli. Ndak ada ketentuan tetapnya dan tak pula bisa diadalkan untuk menghidupi kami bertiga," kata Siti Nurbaya. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar