Minggu, 04 Agustus 2019

Bersama Mahasiswa KKN Unitas Toboh Ketek Siap Dijadikan Sentra Pupuk Organik di Padang Pariaman

Enam Lingkung--Kondisi lahan pertanian yang kurang subur, kering kerontang agaknya menuntut masyarakat petani untuk kembali ke dunia pertanian zaman dulu, yakni memakai pupuk organik. Penyebab terjadinya ketidak-suburan tanah adalah pengaruh besar dari zat kimia yang selama ini cenderung digunakan masyarakat petani.
Pakar pupuk organik di Kabupaten Padang Pariaman Zeki Aliwardana menyebutkan hal itu, Minggu kemarin di hadapan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok I Universitas Tamansiswa (Unitas) Padang di Simpang Tigo, Nagari Toboh Ketek, Kecamatan Enam Lingkung. "Ada dua hal yang sangat membahayakan dan menghancurkan kehidupan, yakni nuklir dan biotekhnologi. Nah, sekarang dalam pembuatan organik ini, kita mengendalikan biotekhnologi tersebut," ungkapnya.
Pupuk organik, katanya, yang dibuat dan diolah dari kotoran ternak, dedak halus, sekam bakar serta NT45 ternyata telah mampu menjawab kemajuan dan kesejahteraan petani. "Ini pembuatan pupuk tercepat di dunia. Hanya 56 jam, pupuk sudah bisa digunakan. Luar biasa. Dan juga hasilnya lumayan besar," kata Zeki yang juga Ketua GP Ansor Kabupaten Padang Pariaman ini.
Dia mengajak mahasiswa dan mahasiswi yang tergabung dalam kelompok I KKN Unitas itu untuk menjadikan Nagari Toboh Ketek sebagai sentra pupuk organik terbesar di Kabupaten Padang Pariaman. "Nagari ini terkenal dengan kekayaan tanaman ubi kayu. Boleh dicoba pupuk ini nantinya. Bisa dalam satu rumpun ubi kayu itu menghasilkan 20-25 kilogram buah," ungkapnya.
Zeki memberikan apresiasi kepada mahasiswa KKN Unitas yang telah mau meluangkan waktu dan tenaga untuk tujuan mulia ini. Dia yakin, apabila hal ini berhasil para mahasiswa ini akan dicari oleh masyarakat petani. Sebab, kondisi pertanian sekarang tidak lagi sesuai dengan apa yang dihasilkan buat kelangsungan hidupnya.
"Harga pupuk semakin mahal, hasil pertanian terus menurun. Begitu juga harga jual produk pertanian membuat petani terus mengeluh dan berkeluh kesah. Nah, jawaban yang tepat, mari kembali ke pupuk organik. Modal sedikit, untungnya besar," ujar dia.
Marzuki Hendra, Winda Simanjuntak, dan Wahyudi, tiga mahasiswa Fakultas Peternakan yang tergabung dalam kelompok I KKN Unitas menyatakan, pihaknya sengaja tak banyak melakukan produksi organik tersebut. "Sebagai percontohan, kita hanya buat satu ton pupuk. Dan Alhamdulillah, sebagian besar sudah kita bagikan kepada masyarakat Simpang Tigo," katanya.
"Alhamdulillah, awal yang menjijikan ternyata tak berlangsung lama. Setelah proses berjalan, kotoran ternak yang telah diaduk menjadi satu dengan bahan lainnya itu, membuat nyamuk segan untuk menghampiri pupuk olahan kami ini," ungkapnya.
Menurutnya, bahan baku untuk pupuk organik ini lumayan banyak di Toboh Ketek ini. Hanya dedak halus dan NT45 serta termometer yang dibeli. "Kalau saja kita buat dalam ukuran banyak, maka kotoran ternak yang kurang terurus itu akan bersih dengan sendirinya. Jadi ada manfaat lain, yakni pembersihan kotoran ternak yang bisa kita ambil dari kerja membuat pupuk ini," cerita mereka.
Walinagari Toboh Ketek Muhammad Nasir Datuak Mangkudun menyambut baik ide dan gagasan mahsiswa kelompok I KKN Unitas. "Kecenderungan petani kita selama ini adalah memakai pupuk kimia. Dan ini pertama kalinya pembuatan pupuk organik di tengah masyarakat. Semoga ini memberikan manfaat lebih, sesuai apa yang telah disampaikan narasumbernya," kata dia. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar