Sabtu, 04 Maret 2017

Melanjutkan Tradisi Leluhur Dengan Ziarah dan Malamang Jelang Ramadhan

-Di Koto Mambang
Sampah Tidak Lagi Dibuang ke Sungai

Patamuan--Edaran Walikorong Koto Mambang, Nagari Sungai Durian, Kecamatan Patamuan, Padang Pariaman kepada masyarakatnya, untuk tidak membuang sampah disepanjang aliran sungai mendapatkan sambutan positif dari masyarakat setempat. Selama ini karena tidak adanya teguran atau himbauan, sungai kerap dijadikan tempat pembuangan sampah oleh masyarakat. Akibatnya, sungai menjadi tercemar, kalau dibiarkan berlarut-larut tentu akan menimbulkan banjir
    " Alhamdulillah, setelah adanya himbauan dari Walikorong Bapak Tarmizi, berdasarkan pantauan kami kini masyarakat setempat tidak lagi membuang sampah ke sungai. Kita berharap, Walikorong tidak henti-hentinya untuk terus mensosialisasikan ketengah masyarakat, sehingga sungai Koto Mambang betul-betul bersih dari sampah. Dan kepada masyarakat kita harapkan untuk tidak lagi membuang sampah ke bantaran sungai," kata Walinagari Sungai Durian, Nusyirwan Nazar kepada Singgalang, Jumat (7/7).
    Menurut dia, khusus pedagang yang ada di Pasar Koto Mambang, pemerintah nagari dan Korong Koto Mambang telah memfasilitasi untuk membuatkan tong sampah di setiap kedai yang ada. "Kita bersama Walikorong bertekad menjadikan pasar ini betul-betul bersih dan terbebas dari sampah. Untuk itu tong sampah ini hendaknya dimanfaatkan," ucap Nusyirwan Nazar.
    Sementara, Camat Patamuan, Suhardi yang didampingi Kasi Trantib, Azas Budi ketika ditemui menyambut positif program Walikorong Koto Mambang bersama Walinagari Sungai Durian, dalam mengkampanyekan untuk tidak membuang sampah ke sungai. "Kita berharap, masyarakat untuk sama-sama menjaga sungai dengan tidak lagi membuang sampah ke sungai," tambahnya. (dam)
-------------------------------------------------------------------

-Di padang Pariaman
Melanjutkan Tradisi Leluhur Dengan Ziarah dan Malamang Jelang Ramadhan

Pariaman--Menjelang Ramadhan, berbagai tempat keramat atau kuburan para ulama di Padang Pariaman ramai dikunjungi masyarakat. Seperti makam Syekh Burhanuddin di Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis tidak kalah ramainya dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah. Baik yang ada di daerah bekas gempa itu maupun daerah lainnya di Sumatra Barat.
    Disebagian perkampungan di Padang Pariaman, ziarah kubur jelang bulan puasa itu juga dinamakan dengan manjalang guru. Mensucikan diri dengan cara memberikan hadiah, berupa bacaan Quran, serta wirid lainnya yang pernah dipelajari dari guru bersangkutan kepada Alm guru, yang telah lama berpulang kerahmatullah.
    Selain makam Syekh Burhanuddin, masyarakat juga banyak berziarah ke Sungai Sariak, tempat Tuanku Shaliah Kiramaik dimakamkan. Begitu juga ke Surau Mato Aie, Pakandangan, tempat Buya Mato Aie dimakamkan juga menjadi tempat ziarah. Di Padang Pariaman memang banyak tempat ziarah yang bisa dikunjungi oleh kaum thariqat tersebut.
    Menurut Zulmahendra, pemerhati masalah agama didaerah itu, ziarah disamping sebagai amalan sunat, juga menjadi motivasi untuk mengingat kematian. "Sejauhmana seseorang berjalan, dan setinggi apapun pangkat yang dia sandang, ujung-ujungnya pasti meninggal dunia. Itu barangkali nilai ziarah yang patut dijadikan pelajaran yang sangat berhagra," kata dia pada Singgalang, Jumat (7/7) di Pariaman.
    Diakui Zulmahendra, Padang Pariaman adalah daerah yang terbilang kaya dengan adat istiadat, yang erat kaitannya dengan nilai-nilai keagamaan. Disamping ziarah yang menjadi tradisi jelang puasa, pada bulan Sya'ban atau istilah Piamannya bulan lamang ini juga menjadi kebiasaan 'mangaji bulan lamang'. Dimana setiap rumah menyelenggarakan acara sakral, yang menghadirkan banyak urang siak, yang membaca pengajian.
    Hal itu hampir setiap rumah melakukannya, terutama pada tatanan masyarakat perkampungan Padang Pariaman. "Dalam acara managaji bulan lamang itulah tumbuh dan berkembangnya rasa kebersamaan diantara anggota rumah tangga. Mereka berkumpul, membicarakan langkah terbaik dalam membangun rumah tangga, antara sumando dan mamak rumah," sebutnya.
    "Disebut mangaji bulan lamang, karena sehabis mangaji para uang siak, serta semua tamu yang hadir disuguhi makanan dari beras pulut yang dimasak dengan bambu. Rasanya enak. Apalagi ketika musim durian, tidak pernah lamang itu bersisa lama-lama dalam rumah tersebut," kata Zulmahendra. (dam)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar