Sabtu, 29 Desember 2018

Pasca Ambruknya Jembatan Kayutanam Luapan Tiga Anak Sungai Bungkam Keangkuhan Tarok City

Kayutanam--Siapa yang tak ingin daerahnya maju dan berkembang! Mungkin setiap daerah mengimpikan hal tersebut. Begitu juga dengan Kabupaten Padang Pariaman, terutama Kecamatan 2X11 Kayutanam.
Hamparan luas perbukitan di kaki Gunung Tandikek semula hanyalah seonggok hutan yang sepi. Arena berburu dengan sebutan "pandawa" ini hanya beberapa saja yang sudah diperladang oleh masyarakat setempat, ditanami sawit, karet, coklat serta beberapa komuditi lainnya. "Keasrian alamnya menjadi sumber air bagi pemukiman masyarakat yang lebih rendah di bagian bawahnya," cerita Hardi Candra, salah seorang tokoh pemuda Kecamatan 2x11 Kayutanam yang tahu banyak soal kampung itu.
Menurut dia, beratus hektar persawahan dan kolam ikan warga Nagari Kapalo Hilalang sampai ke Sicincin yang airnya dihantarkan melalui dua anak sungai Batang Ulakan, begitu juga dengan Nagari Kayutanam sampai ke Anduriang melalui Sungai Batang Kalu. Sedangkan sampai ke Korong Sungai Kasiakan, Nagari Tandikek Selatan melalui anak sungai Lubuak Bonta menggantungkan irigasinya dari kaki Gunung Tandikek ini.
Anak muda yang peduli lingkungan, dan kini maju jadi Caleg DPRD Padang Pariaman dari PKB ini melihat, kenyamanan masyarakat menikmati berkah alam mulai terusik akhir-akhir ini, dengan mimpi membangun daerah bertajuk Tarok City yang ditaja Pemda setempat. Keseimbangan alam mulai terusik, badan jalan selebar 70 meter dengan panjang lebih tiga kilometer sebagai tanda dibukanya akses menuju +600 hektar lahan peruntukan kawasan pusat pendidikan terpadu tersebut membelah kaki Gunung Tandikek.
Bagi dia, sebuah gerbang super wah menjadi tanda keseriusan Pemda membangun daerah ini. Diikuti gembar-gembor iklan peruntukan dan kunjungan beberapa petinggi-petinggi instansi, baik pemerintah maupun swasta seakan menjadi tolak ukur kepastian pembangunan yang sudah di depan mata, walaupun kenyataannya di sepanjang badan jalan tersebut hanya dihiasi semak belukar dan bekas terjangan air karena rusaknya ekosistem keseimbangan alam oleh tangan-tangan besi kekuasaan.
"Sudahkah ada kajian mendalam perihal ini semua? Dimana fungsi kontroling legislatif sebagai penyambung lidah masyarakat? Kenapa semua diam seperti diamnya gerbang itu menyaksikan antrian panjang kendaraan yang mengular, atau memang telah sepakat merusak ekosistem alam sebagai bentuk mengejar pamor wah di bawah penderitaan masyarakat yang terdampak," katanya.
Ketika alam kehilangan tempat berpijak, lanjut aktivis Karang Taruna Amanbasa, Anduriang ini, bencanalah yang akan menjadi sirine peringatannya. Hujan deras yang turun di sebagian kaki Gunung Tandikek yang menjadi hulu sungai Batang Kalu, Batang Ulakan dan Lubuk Bonta, 10 Desember lalu membuat ketiga sungai tersebut meluap. Debit air yang melebihi dari biasanya ini tak mampu ditampung oleh badan sungai tersebut.
"Sungai Batang Kalu mengamuk sebagai bentuk protes dari kerusakan alam. Jembatan penghubung arus Padang - Bukittinggi di Kayutanam pun rubuh. Akses utama terputus dan beberapa kapalo banda irigasi warga pun patah tak mampu menahan derasnya arus," ungkapnya. Dua Sungai Batang Ulakan juga ikut serta dengan kemarahannya. Jembatan Korong Sungai Patai, Nagari Kapalo Hilalang juga terban, akses mayarakat terputus, sedikitnya 50 KK terisolir, tepatnya di depan kemegahan gerbang Tarok City yang menjadi kebanggan.
Sungai Batang Ulakan juga mengancam Jembatan Titian Tigo (samping Sate Abas) dan Jembatan Kembar Siam Kelok Pinyaram. Kaki-kaki jembatan tersebut telah tergerus air. Tentu ini merupakan suatu ancaman lagi bagi akses Padang - Bukittinggi setelah jembatan Batang Kalu yang putus dan kini memakai jembatan darurat dengan sistim buka tutup.
Anak sungai Lubuk bonta juga tak mau ketinggalan. Jembatan Kabun Baru yang hanya beberapa meter saja dari bibir jalan Tarok City juga tergerus. Putus satu kakinya, walaupun jauh dari pantauan, namun kerusakan kaki jembatan ini telah melumpuhkan hubungan Lubuk Bonta dan Kabun Baru. Kini berkat gotong royong masyarakat, jembatan ini telah bisa dilalui sepeda motor.
Akibat bencana tersebut, tentu menimbulkan dampak nyata bagi masyarakat. Akses jalan terputus, pemukiman tergerus air, sawah ladang runtuh karena abrasi sungai, bendungan (kapalo banda) patah dan menyebabkan irigasi mati serta dampak ekonomi masyarakat yang tentu saja semakin tak menentu.
Tiada satupun pemimpin yang menginginkan Bencana ini terjadi. Semua pemimpin tentu inginkan yang terbaik untuk daerah yang dipimpinnya, namun terkadang keangkuhanlah yang membuat pemimpin itu lupa bahwa diatas langit masih ada langit. Sayangnya, setiap keangkuhan itu harus dibayar dengan penderitaan orang-orang yang dipimpinnya.
"Dampak tersebut tidak hanya dirasakan masyarakat setempat. Lihatlah betapa saban hari kita tersajikan oleh antrian kendaraan yang mengular akibat jembatan darurat Kayutanam yang buka-tutup. Keluhan demi keluhan pengguna jalan yang melintasi jalur lintas Padang - Bukittinggi seakan menjadi bunyian merdu dibawah gerbang Tarok City yang bergambar bapak-bapak yang membisu," ujar Candra.
Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni melalui Kepala Bagian Humas Setdakab Andri Satri Masri menulis, pembangunan Tarok City telah dilakukan pra studi kelayakan pada 2017 dan 2018. Untuk kesesuaian tata ruang, kawasan tersebut sejak dulunya adalah kawasan pendidikan. Dalam area seluas 697 hektar adalah lahan kering dan bukan merupakan hutan lindung. Lahan itu merupakan lahan tidak produktif yang dapat digunakan untuk kegiatan bermanfaat.
"Pembangunan Tarok City akan mempertahankan kondisi existing, artinya pematangan lahan hanya untuk sebatas bangunan saja," tulis dia. Menurutnya, dari 697 hektar tersebut, tidak semuanya akan dibangun untuk infrastruktur. Terdapat kurang lebih 80-100 hektar untuk lahan hijau. Jadi, pembangunan Tarok City melibatkan seluruh stakeholders dan para ahli. Pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar