Rabu, 22 Juni 2016

Berada di Zona Merah, 91 KK Warga Lubuk Alung Wajib Direlokasi

Berada di Zona Merah, 91 KK Warga Lubuk Alung Wajib Direlokasi

Lubuk Alung--Dari musibah banjir bandang yang menghanyutkan sebuah rumah di Gamaran, Korong Salibutan, Lubuk Alung, Padang Pariaman beberapa waktu lalu, pihak pemerintahan Nagari dan Kecamatan Lubuk Alung diminta oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lewat BPBD daerah itu untuk segera merelokasi warga. BNPB akan membantu membangunkan rumah untuk warga tersebut.
    Camat Lubuk Alung, Azminur kepada Singgalang, Minggu (29/7) menyebutkan masih banyaknya masyarakat yang tinggal didaerah zona merah, dimana lokasi rumahnya rawan longsor dan banjir. "Dari data yang kita himpun semuanya, ada sebanyak 91 kepala keluarga, yang hingga saat ini harus dipindahkan, karena sangat terancam oleh banjir dan longsor," kata dia.
    Mereka yang sebanyak itu, kata Azminur, terdapat di Salibutan, Sakayan, dan Koto Buruak, Nagari Lubuk Alung. Data yang sebanyak itu telah diajukan ke BNPB lewat BPBD Padang Pariaman, setelah sebelumnya disosialisasikan terhadap masyarakat demikian.
    "Bagi pemerintah, yang penting masyarakat itu mau pindah dari lokasi yang telah ditetapkan sebagai zona merah. Bantuan rumah yang direncanakan itu, adalah bangunan rumah sederhana. Pembangunannya dikawal dan diawasi, agar tidak terjadi ketimpangan ditengah masyarakat itu sendiri," ujar Azminur lagi.
    Menurut dia, semua masyarakat yang tinggal pada tempat tersebut, pada umumnya punya tanah pada lokasi lain, yang dianggap jauh lebih aman dari ancaman longsor dan banjir. Seperti tanah milik orangtuanya. Nah, ke lokasi itulah mereka nantinya dipindahkan. Sebab, yang dibantu itu nantinya adalah bantuan pembangunan rumah sederhana.
    Bersama pihak nagari dan korong yang dianggap rawan itu, Azminur telah mensosialisasikan hal demikian terhadap masyarakat. "Alhamdulillah, semuanya menerima. Kita tinggal lagi menunggu kapan bantuan tersebut akan diturunkan. Bencana banjir yang cukup memunahkan sejumlah rumah dan lahan pertanian, harus dijadikan pelajaran yang sangat berharga, demi masa depan yang lebih baik lagi," sebut Azminur. (525)


Masjid Raya Ampek Lingkuang, Sejarah Nagari Lubuk Alung

Lubuk Alung---Masjid Raya Ampek Lingkuang merupakan masjid tertua di Lubuk Alung. Dibuat pertama kali pada 1415 M. Berdiri dilokasi perempatan empat sudut kampung sejarah dari Lubuk Alung itu sendiri. Dinamakan Ampek Lingkuang, karena empat kampung, masing-masing Koto Buruak, Singguliang, Sungai Abang dan Balah Hilia yang punya masjid itu. Jadi, boleh dikatakan, bahwa Masjid Raya Ampek Lingkuang adalah sejarah berdirinya Lubuk Alung, yang dimulai dari empat kampung tersebut.
    Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lubuk Alung, Suharman Datuak Pado Basa menilai masjid itu belum pernah direnovasi total. Kecuali diperbaiki disana-sininya. Arsitektur bangunannya tetap utuh seperti pada awal dibangun dulunya. Di masjid itulah tempat dipadukannya kekuatan syarak dan adat dalam nagari. Segala keputusan syarak atau agama dan adat oleh basa barampek, pucuak baranam harus melalui sidang dan mufakat di masjid tersebut.
    Sekaitan namanya Masjid Ampek Lingkuang, maka labai atau ulama yang memegang kekuasaan dibidang syarak dalam masjid itu juga berempat. Disebut juga 'labai lingkuang yang empat'. Setiap peristiwa penting yang berhubungan dengan persoalan agama ditengah masyarakat Lubuk Alung, seperti memulai dan mengakhiri bulan Ramadhan, seluruh labai yang bertugas di seluruh surau-surau harus tunduk dan patuh, serta berada dibawah kekuasaan labai yang berempat tersebut.
    Pada zaman saisuak, masjid itu terbilang ramai oleh jamaah, terutama pada momen-momen tertentu yang sedang dibuat dalam masjid. Didepan masjid itulah dulunya Pasar Lubuk Alung, yang sekarang lokasi pasar lama itu telah beralih fungsi menjadi pandam pakuburan masyarakat Ampek Lingkuang. Di pusara itulah dikuburan masyarakat enam suku; Sikumbang, Jambak, Panyalai, Tanjung, Guci dan Suku Koto yang meninggal dunia.
    Menurut Datuak Pado Basa, Lubuk Alung adalah kepunyaan dari masyarakat enam suku demikian. Dari suku itu pula niniak mamak nagari atau orang yang 10, yakni basa barampek, pucuak baraman berasalnya. Sebelum tahun 1900 M, rel kereta api telah dibangun. Dan setelah tahun itu pula pasar nagari yang tadinya didepan Masjid Ampek Lingkuang dipindahkan oleh orang yang 10 ke luar, tepatnya dekat rel kereta api. Dan disanalah pasar Nagari Lubuk Alung hingga sekarang. Lokasi pasar sekarang itu adalah ulayat Datuak Marajo.
    Sebagai masjid kepunyaan orang dalam kampung yang empat tersebut, maka semua kampung itu diberikan kedudukan yang sama. Duduak samo randah, tagak samo tinggi. Masing-masing kampung punya peran dan fungsi tersendiri dalam masjid itu. Imam masjid diambilkan dari orang Singguliang, bilal, alias tukang azan berasal dari Sungai Abang. Sedangkan khatib alias tukang baca khutbah Jumat berasal dari Koto Buruak, dan Tuanku Khadi dari Balah Hilia.
    Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Lubuk Alung, Zainal Tuanku Mudo menyebutkan pihaknya sering menggunakan masjid tertua itu sebagai tempat muzakarah ulama. Melakukan diskusi, membahas persoalan aktual yang sedang berkembang ditengah masyarakat. Acara itu dilakukan secara berkesinambungan sebulan sekali, atau kadang-kadang dua minggu sekali. Ada juga majelis taklim melakukan kegiatan rutinnya dalam masjid tersebut.
    Setahu Zainal, dulu masjid itu hanya digunakan untuk shalat Jumat. Baru belakangan mulai dilakukan shalat Tarwih setiap malam bulan puasa, dan kegiatan lainnya. Tatacara praktek keagamaan dalam masjid itu masih tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi awal masjid itu ada.
    Artinya, azan untuk shalat Jumat dua kali, khutbah dengan bahasa Arab, menggelar kegiatan peringatan maulid secara tradisional. Semua kegiatan tersebut tetap dipegang teguh oleh orang yang punya peran dalam masjid tersebut. Namun, yang perlu jadi perhatian, adalah semakin berkurangnya jamaah yang melakukan shalat jumat, dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Dan lagi, masjid tidak hanya sebuah. Ada banyak masjid yang berdiri diluar Masjid Ampek Lingkuang dalam Nagari Lubuk Alung itu. (damanhuri)

KT Berkah Bersama Olah Kelapa Menjadi Banyak Produk

Padang Sago--Minyak tanak tangan yang dikelola oleh Kelompok Tani Berkah Bersama di Nagari Koto Baru, Kecamatan Padang Sago, Padang Pariaman terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Disamping membuat minyak tanak tangan dari buah kelapa, belakangan ini kelompok itu juga membuat arang briket, gas cair dari batok kelapa untuk bahan pengawet dan bahkan akan dimulai pembuatan sabun.
    Walinagari Koto Baru, Agus Salim Datuang Rangkayo Basa kepada Singgalang menyebutkan, bahwa kelompok tersebut adalah satu-satunya kelompok yang telah pernah dapat penghargaan, dan juara nasional pada 2011 lalu, yang membuat pengurusnya diundang ke Istana Presiden.
    Menurut dia, potensi kelapa yang begitu banyak di Koto Baru yang selama ini tak punya nilai ekonomi, kini sudah menjadi perhitungan tersendiri, yang membuat pemilik kelapa menjadi senang. "Kini, kelompok itu tidak hanya sekedar memproduksi minyak tanak tangan. Tetapi sudah lebih dari itu. Semua potensi yang ada dalam kelapa agaknya dijadikan manfaat yang mampu mendatangkan uang," ujar Agus Salim.
    Selaku walinagari ditengah masyarakat Koto Baru, Agus Salim merasa senang, karena adanya kelompok yang bisa mengangkat perekonomian masyarakat, terutama anggotanya sendiri. Pihaknya terus memberikan masukan dan dorongan, agar kelompok itu terus berkiprah, sehingga pada akhirnya semua yang dihasilkan kelapa bisa dijadikan produk unggulan nagari dan Kabupaten Padang Pariaman itu sendiri.
    "Belakangan, Nagari Koto Baru telah banyak dilirik banyak orang dari luar. Masyarakat lain tidak sekedar datang untuk melihat, tetapi belajar tentang pemberdayaan kelapa demikian. Boleh dikatakan tanaman tua yang satu itu membawa berkah tersendiri buat kemajuan ekonomi masyarakat nagari itu," katanya.
    Agus Salim ingin menjadikan kelapa sebagai hasil bumi Koto Baru itu sebagai produk unggulan. Dia ingin melihat, suatu saat nanti semua masyarakat Padang Pariaman menggunakan produk yang dihasilkan oleh kelapa Koto Baru. (525)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar