Banyak Niniak Mamak yang Dilangkahi Kemenakan
Pariaman--Di Minangkabau, seorang niniak mamak tidak sekedar punya peran terhadap sanak kemenakannya dibidang adat istiadat yang berlaku, namun tentang sanak kemenakannya menjalankan agama atau tidak, juga menjadi beban tersendiri bagi seorang niniak mamak dimaksud. Itu pula sebabnya, mengapa adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang menjadi falsafah di daerah ini. Artinya, antara ulama dan niniak mamak harus sejalan dalam mewujudkan masyarakat yang agamais ditengah masyarakat. Apalagi di Padang Pariaman, justru peran seorang niniak mamak sangat komplit, terkait maju mundurnya adat dan syarak ditengah masyarakat ulayat dari niniak mamak yang bersangkutan.
Akhir-akhir ini, adat Minang yang katanya kuat, tak lapuak dek panek, tak lakang dek hujan, mulai bergeser akibat datangnya adat istiadat dari barat sana. Belum lagi adat yang dibawa langsung oleh sanak kemenakan yang baru pulang kampung dari rantau. Mereka dengan seenaknya memperagakan pakaian minim, dilingkungan nagari yang kental dengan adat dan agama. Anehnya, dengan perlakuan yang dibawakan seperti demikian, seorang niniak mamak tidak punya kekuatan terhadap perangai sanak kemenakannya, yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan norma-norma adat dan agama.
Marulis Tuanku Mudo, seorang ulama yang sehari-hari mengajar di Surau Patamuan, Kenagarian Padang Bintungan, Kecamatan Nan Sabaris, Padang Pariaman melihat jauhnya perbedaan situasi yang terjadi ditengah masyarakat saat ini, bila dibandingankan dengan zaman dulu. "Kini, nyaris kemenakan kurang punya raso jo pareso. Baginya, seorang mamak hanya sebagai orang biasa saja, yang tidak punya pengaruh apa-apa. Hal itu terjadi, kita tidak bisa menyalahkan terhadap sanak kemenakan itu sendiri. Perlu melihat kebelakang, apa selama ini yang dilakukan niniak mamak, terhadap perbaikan sanak kemenakannya," ujar Marulis.
Kini, lanjut Marulis, kehadiran seorang niniak mamak dirumah sanak kemenakannya hanya ketika ada alek baiak dan alek buruak. Artinya, ketika sanak kemenakannya tengah berpesta atau kematian, disanalah hadir dan duduk niniak mamak dengan sangat terhormat. Selebihnya, bagaimana kelanjutan moral dan etika sanak kemenakan, sepenuhnya menjadi tanggungjawab orangtua yang melahirkan anak. "Akibatnya jangan heran, ketika anak gadis yang telah lama diratau, mereka merasa tidak canggung ketika memakai celana pendek dan ketat dekat mamaknya sendiri. Menapilkan orgen tunggal dengan penyayi setengah telanjang ketika melangsungkan pesta perkawinan, tidak ada kekuasaan niniak mamak yang melarangnya. Mamak pun merasa tidak ada kata-kata yang bisa diberikan pada kemenakan, lantaran cakap keduanya telah jauh berbeda," ujar Marulis.
"Belum lagi pergaulan bebas yang terjadi dikalangan anak muda. Persoalan pergaulan, semua orang berhak. Tetapi kalaulah melampaui batas, inilah hal-hal yang sangat dikecam dalam adat dan tradisi serta agama Islam, sebagai agama yang selalu bersandingan dengan adat Minangkabau itu sendiri. Apa yang terjadi dikalangan anak muda saat ini, memang telah jauh melaupaui batas-batas dari garis adat dan agama itu sendiri. Saatnya, seorang niniak mamak kembali menunjukkan powernya dilingkungan sanak kemenakannya. Tanpa itu semua, jangan harap akan ada perbaikan demikian terjadi dengan sendirinya," sebutnya.
Begitu juga, kata Marulis, lembaga niniak seperti KAN, LKAAM belum berfungsi sebagaimana mestinya. Kegiatan penguatan adat dilakukan, ketika ada proyek dari pemerintah. Manakala hal itu tidak ada, jangan harap lembaga itu akan jalan. Padahal, lembaga itu telah ada jauh sebelum negara ini ada. Lembaga itu merupakan wadah tempat beriya berbukan, soal adat istiadat yang sedang berjalan dengan dinamikanya. Termasuk juga persoalan perangai sanak kemenakan, yang semakin jauh dari adat dan agama itu sendiri.
"Untuk mengembalikan kekuatan nilai-nilai adat tersebut, niniak mamak, orangtua, ulama dan pemerintah harus bersatu kembali. Jangan jadikan jabatan niniak mamak untuk gagah-gagahan. Sementara, materi adat sama sekali tidak dikuasai. Kemenakan dipandang ketika punya uang. Itu tidak boleh lagi terjadi. Kita tahu, kekuatan Minangkabau adalah karena adat dan agama yang begitu kuat. Nah, kekuatan itu jangan hanya sebagai sebutan saja. Implementasinya harus ada dan berjalan ditengah masyarakat itu sendiri. Kalaulah niniak mamak dan orangtua serta ulama bersatu untuk mengembalikan hal itu, kita yakin kekuatan Minangkabau bakal kembali. Niniak mamak punay kekuatan dan harga diri yang sangat tinggi," ungkap marulis. (dam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar