Minggu, 15 April 2018

Meniru Kearifan Lokal Penglipuran Bangli Peran Tokoh Adat dan Agama Perlu Difungsikan

Pengantar
Melihat dan mempelajari kearifan lokal dalam tatanan pembinaan hukum adat dan kebudayaan dalam sistem pemerintahan desa, serta tata kelola pemerintahan, selama enam hari dari Minggu-Jumat (8-13/4-2018), Komisi I DPRD Padang Pariaman melakukan kunjungan kerja ke Kota Denpasar dan Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Berikut laporan Damanhuri, Wartawan Harian Singgalang yang diikutkan dalam kunjungan kerja tersebut.
-----------------------------------

Sanksi Moral Semakin Memperkokoh Eksistensi Adat Kota Denpasar

Bali--Tidak pernah terjadi tumpang tindih antara peraturan pemerintah dengan peraturan yang dibuat oleh desa adat. Perda desa adat cukup hanya Pemrov Bali yang membuat, dan itu berlaku untuk seluruh kabupaten dan kota di Pulau Dewata tersebut.
Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdako Denpasar, I Made Toya menyampaikan hal itu, Senin (9/4) saat menerima kunjungan kerja Komisi I DPRD Kabupaten Padang Pariaman.
Sementara, aturan adat sendiri dibuat oleh desa adat masing-masing. "Begitu adat masuk, orang akan takut dibuang secara adat. Di kalangan adat yang paling kuat itu adalah sanksi moral," kata dia.
Rombongan Komisi I yang dipimpin dua Wakil Ketua DPRD Padang Pariaman; Mothia Azis Datuak Nan Basa dan Januar Bakri ini memilih kunjungan kerja ke Kota Denpasar, soal tata kelola pemerintahan.
Menurut I Made Toya, pernah terjadi seorang mayat yang terkatung-katung selama sebulan tanpa kejelasan, akibat dari pelanggaran adat yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Itulah gambaran kekuatan adat istiadat di Kota Denpasar ini.
Nama Denpasar berasal dari kata 'den' (utara) dan 'pasar' sehingga secara keseluruhan bermakna "Utara Pasar". Denpasar pada mulanya adalah sebuah taman. Namun taman tersebut tidak seperti taman pada umumnya. Karena merupakan taman kesayangan dari Raja Badung pada waktu itu, Kyai Jambe Ksatrya. Pada waktu itu, Kyai Jambe Ksatrya tinggal di Puri Jambe Ksatrya, yang kini menjadi Pasar Satria. Taman ini unik, karena dilengkapi dengan tempat untuk bermain adu ayam. Hobi Kyai Jambe Ksatrya adalah bermain adu ayam, oleh karena itu tidak jarang sang raja mengundang raja-raja lainnya di Bali untuk bermain adu ayam di taman tersebut.
Jadi, kata dia, Denpasar merupakan bagian dari Kabupaten Badung dulunya. Atau tepatnya, sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang pernah berdiri sejak abad ke-19, sebelum kerajaan ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung.
Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota pemerintah daerah Kabupaten Badung. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23 Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi Kota Administratif Denpasar, dan seiring dengan kemampuan serta potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pada tanggal 15 Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, Kota Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi kotamadya, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada 27 Februari 1992.
Kota Denpasar memiliki wilayah yang luasnya mencapai 127,78 kilometer persegi, atau 2,18 persen dari luas wilayah Provinsi Bali. Dari penggunaan tanahnya, 2.768 Ha merupakan tanah sawah, 10.001 Ha tanah kering dan sisanya seluas 9 Ha adalah tanah lainnya.
Katanya, Kota Denpasar termasuk daerah yang memberikan sumbangan PAD ke daerah lainnya di Bali. Sama seperti yang berlaku di Kabupaten Badung. Sebab, peraturan menyebutkan, daerah yang memiliki PAD terbesar berhak memberikan bantuan ke daerah yang PAD-nya sedikit.
Dalam soal keyakinan beragama, ujarnya, semuanya diberlakukan sama di daerah ini. Contoh, ketika ada kegiatan kegamaan Hindu, Pencalang dengan bebas berkendaraan tanpa memakai helm bagi yang bersepa motor misalnya, tidak dibenarkan polisi menindaknya. Dan hal ini juga berlaku bagi umat Islam saat akan melakukan shalat Jumat. Polisi tidak akan menindak hal itu. Bahkan, nilai-nilai keagamaan sangat dijunjung tinggi oleh pemerintah.
"Di Pemko Denpasar berlaku; regulasi datang kemudian. Yakni, ketiga investor telah memulai aktivitasnya, baru ada aturan dari Pemko," ujarnya. Seperti kehadiran Alfa Mart, dan sejumlah usaha lainnya. Bahkan, eksis dulu investor dengan ivestasinya, baru ada format yang harus dilakukannya.
Ketua Komisi I DPRD Padang Pariaman, Tri Suryadi yang memberikan hantaran kata saat memulai diskusi menjelaskan, bahwa kekuatan nilai-nilai adat dan budaya di Denpasar dan Bali ini patut kita tiru. Berbagai arus gelombang globalisasi yang datang, yang namanya upacara adat, tak pernah hilang atau bergeser.
"Nah, sebagai daerah yang juga punya agama dan adat yang kuat, Padang Pariaman cenderung berbanding terbalik. Banyak nilai-nilai adat dan budaya, serta agama yang secara tak langsung hilang di tengah masyarakat, akibat derasnya budaya luar menghantam sendi-sendi budaya kita," ungkap anggota dewan dari Gerindra ini. (*)
----------------------------------------

Meniru Kearifan Lokal Penglipuran Bangli
Peran Tokoh Adat dan Agama Perlu Difungsikan

Bali--Melalui tema; melihat dan mempelajari kearifan lokal dalam tatanan pembinaan hukum adat dan kebudayaan dalam sistem pemerintahan desa, Komisi I DPRD Padang Pariaman memilih Kabupaten Bangli, Provinsi Bali untuk kunjungan kerjanya.
Bertempat di kantor DPRD Bangli, rombongan komisi I yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Januar Bakri diterima Santria Yudha, Sekretaris Komisi I DPRD Bangli beserta sejumlah perwakilan OPD terkait. Kunjungan kerja berlanjut dengan mendatangi langsung Desa Wisata Penglipuran, yang terkenal dengan desa terbersih III di dunia.
Desa Penglipuran berasal dari akronim kata pengeling dan pura yang berarti mengingat tempat suci (para leluhur). Awalnya, masyarakat desa ini berasal dari Desa Bayung Gede, Kintamani, yang bermigrasi permanen karena suatu hal ke desa Kubu Bayung, yang kini menjadi desa Penglipuran. Nah, di desa inilah mereka akhirnya menetap dan menjaga kearifan lokal kebudayaan mereka.
Untuk tata ruang desa, setiap rumah memiliki sebuah pintu gerbang yang disebut Angkul-angkul. Semua rumah di desa ini seragam tapi tak sama. Nyaris mirip. Sementara untuk ukuran, memang sama persis. Desa yang berada di ketinggian 700 meter dari permukaan laut ini tercatat memiliki 985 jiwa dalam 234 keluarga pada catatan sensus awal tahun ini. Mereka tersebar di 76 pekarangan yang terbagi rata di setiap sisinya dari total 112 hektare.
Desa ini terletak sejauh 45 kilometer dari Kota Denpasar. Tepatnya berada di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Bali. Menikmati keindahan pedesaan yang jauh dari hingar-bingar modernitas. Ubud cukup menarik, tapi Penglipuran jauh lebih asyik!
Bersih! Bersih, sejuk, adem. Tak kurang dari 500 pengujung dari dalam dan luar negeri setiap harinya.
Di awal peresmiannya sebagai desa wisata, Penglipuran mendapatkan penghargaan Kalpataru. Sebab, masyarakat setempat dianggap mampu menyelamatkan lingkungan. Mereka mampu mempertahankan dan memelihara 75 hektare hutan bambu dan 10 hektare vegetasi lainnya yang menjadi ciri khas desanya. Selain itu, masyarakat di desa ini juga mampu mempertahankan adat budaya para leluhur dan juga tata kota serta bangunan tradisionalnya. Hal inilah yang membuat Penglipuran diganjar dengan Kalpataru pada tahun 1995.
Penghargaan terbaru yang disabet berasal dari TripAdvisor berupa The Travellers Choice Destination 2016. Meski sebenarnya penghargaan ini dijatuhkan pada Pulau Dewata sebagai pulau kedua terbaik setelah Kepulauan Galapagos di Ekuador, nama Desa Wisata Pengliburan pun kerap diperbincangkan. Hingga akhirnya, desa ini dinobatkan sebagai desa terbersih di dunia bersama desa Desa Terapung Giethoorn di Provinsi Overijssel Belanda, dan Desa Mawlynnong yang ada di India.
Ketua Komisi I DPRD Padang Pariaman, Tri Suryadi menyebutkan, untuk mewujudkan kearifan lokal perlu kiranya ditanamkan sadar hidup sehat. "Antara kita Padang Pariaman dengan Bali secara keseluruhan, ada kesamaan, yakni kekuatan adat dan budaya," ujar dia.
Hanya saja, adat Minangkabau lebih bernuansa Islam karena masyarakatnya mayoritas Muslim. "Orang Bangli tak lagi berpikir sanksi hukum. Itu saking menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokalnya, yang diikat oleh kekuatan adatnya sendiri," katanya.
"Kita perlu kembali mengfungsikan peran tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin dalam memperkuat kearifan lokal. Di samping tokoh adat, kita punya tokoh agama yang dalam kesehariannya saling melengkapi. Nah, kekuatan itu yang harus menjadi perhatian serius agar nagari yang ada bisa kuat," ulas Tri Suryadi, politisi Gerindra ini.
Dulu, katanya, anak-anak merasa takut membuat salah manakala berhadapan dengan mamaknya. Sekarang justru berbanding terbalik. Ini tentunya, kekuatan niniak mamak semakin berkurang. "Tugas kita, bagaimana rasa demikian kembali tertanam dalam setiap jiwa masyarakat," sebutnya. (*)
-------------------------------------------------

Rombongan Kunker Komisi I DPRD Padang Pariaman

1. Muthia Azis Datuak Nan Basa (Wakil Ketua DPRD)
2. Januar Bakri (Wakil Ketua DPRD)
3. Tri Suryadi (Ketua Komisi I)
4. Suryadi Zuhri Ali (Sekretaris Komisi I)
5. Dewiwarman Chaniago (Anggota)
6. Sa'amar Tuanku Sidi (Anggota)
7. Kamarsam (Anggota)
8. Alfa Edison (Anggota)
9. M. Defriadi Datuak Rangkayo Basa (Anggota)
10. Zaldi Rajo Intan (Anggota)
11. Basir (Anggota)
12. Syafrinaldi (Anggota)
13. Dewi Roslaini (Staf Ahli Bupati)
14. Rianto (Kadis Satpol PP dan Damkar)
15. Wahirman (Sekretariat Dewan)
16. Rici Noris (Sekretariat Dewan)
17. Ali Refno (Sekretariat Dewan)
18. A. Damanhuri (Wartawan Singgalang)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar