Senin, 05 Maret 2018

Pemuda Harus Melawan Berita Hoax

Padang Pariaman--Gerakan Pemuda Ansor dan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Kabupaten Padang Pariaman menegaskan akan tetap menjaga ukhuwah dan silahturahmi kebangsaan sesama anak bangsa. Selain itu, juga selalu komit dan siap mengawal agama, ulama dan Indonesia.
Demikian pernyataan sikap Gerakan Pemuda Ansor dan Banser Padang Pariaman yang dibacakan Kepala Satuan Koordinasi Cabang (Kasatkorcab) Banser, Muhammad Zulfadli, Senin (5/3) malam di Pauh Kambar. Pernyataan sikap disaksikan dan ditandatangani Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Zeki Aliwardana, dan perwakilan dari 17 Pimpinan Anak Cabang (PAC) Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan se-Kabupaten Padang Pariaman.
Pernyataan sikap yang terdiri dari empat poin tersebut menyebutkan, Gerakan Pemuda Ansor siap mengawal, mengontrol serta memonitor pelaksanaan Pemilihan Walinagari (pilwana) serentak yang diselenggarakan oleh Pemkab. Ansor dan Banser juga siap menangkal isu-isu yang tidak bertanggungjawab dan berita hoax yang dapat menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang Ansor dan Banser tetap setia pada Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika," kata Zulfadli, Ketua Rayon Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Fakultas Ushuluddin UIN IB (2012-2013) ini.
Ketua Ansor Padang Pariaman, Zeki Aliwardana menegaskan, banyak kalangan generasi muda, termasuk karena generasi muda yang berbasis pendidikan agama menjadi korban berita hoax. Isu-isu yang terkait dengan agama, sangat mudah memancing emosi generasi muda. Sehingga isu-isu yang disampaikan melalui media sosial dan ditangkap oleh generasi muda tanpa saringan dan klarifikasi kebenaran dari isu yang diberitakan.
"Akibatnya, seolah-olah informasi yang disampaikan begitulah adanya," ujar dia. Padahal, lanjutnya, informasi tersebut bertolak belakang dari sebenarnya. Dengan demikian, dalam pikiran seseorang sudah terbangun pikiran bahwa orang atau kelompok tertentu tersebut berada dalam posisi salah. Apalagi dikaitkan dengan agama tertentu, mudah memancing emosi dan sentimen. Karenanya mereka harus dilawan. Orang yang membenarkan informasi tersebut sudah jadi korban hoax.
Kini, kata Zeki, ada saja orang yang berani mengaku ulama. Bertindak seperti ulama. Padahal, ngaji saja tidak jelas. Kapan, dimana dan dengan siapa gurunya. Setelah ribut dan diselidiki lebih rinci, ternyata dia bukan ulama. Hanya mengaku-ngaku ulama. Inilah yang dimanfaatkan untuk menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Korban hoax dapat memicu terjadinya konflik antar etnis, agama, kelompok maupun pihak tertentu. Untuk itu, jika ada informasi yang diragukan kebenarannya beredar di media sosial, perlu dilakukan klarfifikasi. Dalam bahasan agamanya tabayun, ujar Zeki mengakhiri. (501)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar