Sate Anak Ibu Lubuk Alung
Mengutamakan Rasa dan Kualitas
Lubuk Alung---Malam itu suasana agak sedikit dingin, lantaran hujan baru saja selesai membasahi bumi Lubuk Alung, Padang Pariaman. Sejumlah warga, yang datang dari berbagai penjuru secara tiba-tiba memenuhi sebuah warung sate yang terletak di dekat Simpang Lintas, Lubuk Alung. Maklum, banyak orang dikampung itu merasakan betul, betapa sate yang dijual Herman Sikumbang itu mampu menggoyang lidah pembeli.
Sate Anak Ibu. Itulah nama pondok yang dibuat Herman Sikumbang, sejak tiga tahun terakhir di Lubuk Alung itu. Sebelumnya, pria kelahiran 1962 di Tanjuang Mutuih, Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago itu telah banyak melang-lang buana keberbagai daerah perantauan. Hanya satu yang dia lakukan, yakni jualan sate. Dia mengaku berjualan sejak tahun 1975. "Saya telah jenuh tinggal dan hidup dirantau. Makanya, sejak tiga tahun terakhir saya fokus dikampung Lubuk Alung ini, untuk menatap masa depan yang jauh lebih baik lagi," katanya.
Suami dari Munarti Tanjung itu mengakui, bahwa sejak peristiwa gempa meluluhlantakkan Padang Pariaman akhir September lalu, ikut berimbas pada dagangannya. "Sebelum gempa, saya sempat menghabiskan daging 20 kilo setiap harinya. Kini, hanya berkisar sekitar 10 kilo paling banyak, dengan jual beli sekitar Rp1,2 juta setiap malamnya. Awal masuk ke Lubuk Alung ini, jual beli saya cukup lumayan, yang sempat mencapai Rp1,5 hingga Rp2 juta," kata Herman Sikumbang lagi.
Menurutnya, dalam berjualan makanan, seperti sate ini, memang rasa dan kualitas adalah diatas segala-galanya. "Dengan rasa yang sangat sesuai selera pembeli, itulah membuat saya betah dan bertahan di Lubuk Alung ini. Sebab, kepuasan pembeli merupakan nomor satu dalam masalah ini. Untuk itu, prinsip yang saya pakai, kalau anda puas, beritahu teman, 'kalau anda kurang puas, tolong beritahu kami'. Saya sangat tidak ingin pelanggan setia serta pembeli lainnya kecewa terhadap sajian ini," ujarnya.
"Alhamdulillah, dua karyawan yang menemani setiap harinya, telah mampu hidup dan berkembang dengan baik. Mereka saya beri kesejahteraan setiap bulannya Rp700 hingga Rp900 ribu. Kenaikan gaji, tergantung situasi dan kondisi yang terjadi. Itulah dinamika yang saya lalui setiap harinya di Lubuk Aung ini," kata Herman.
Disamping membuka setiap malamnya di Lubuk Alung, sate anak ibu, kata ayah empat putra-putri ini, juga melayani panggilan untuk pesta pernikahan, serta jamuan dan lain sebagainya. "Setiap kali pak bupati Muslim Kasim baralek, saya selalu dipanggil untuk melayani tamunya, yang ingin makan sate. Ini merupakan sebuah kehormatan bagi saya, dalam membina hubungan yang baik dengan semua pelanggan," katanya lagi. (Damanhuri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar