Ketum PBNU Said Aqil Siraj
Islam dan Nasionalisme Harus Saling Bersinergi
Enam Lingkung--Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Said Aqil Siraj menegaskan Islam dengan nasionalisme kebangsaan harus bersinergi. Sehingga keutuhan sebuah bangsa dapat berlangsung terus. Negara yang hanya berlabel Islam saja, tidak menjamin akan adanya keutuhan diantara anak-anak bangsa tersebut.
Said Aqil Siraj mengungkapkan hal itu di hadapan keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Yaqin, Ringan-Ringan, Nagari Pakandangan, Padangpariaman, Sabtu (9/1). Kiai Said tampil dalam acara memperingati Maulud Nabi Muhammad Saw yang diselenggarakan pesantren itu.
Acara dihadiri Pimpinan Pesantren Nurul Yaqin Syekh H. Ali Imran Hasan, Ketua Yayasan Pesantren Idarussalam, Ketua PWNU Sumbar Maswar, Bupati Padang Pariaman terpilih Ali Mukhni, alumni, jamaah dan ratusan santri.
Kiai Said memberikan contoh, negara Afganistan yang 100 persen masyarakat Islam. Namun apa yang terjadi dan disaksikan kini. Negara tersebut saling bermusuhan, berkonflik, sesama masyarakatnya. Begitu pula negara Somalia yang 100 persen masyarakatnya Islam, mengalami nasib yang menyedihkan pula karena sesama warganya terus berkonflik.
"Kondisi yang menyedihkan saat ini di Irak. Ibukotanya Bagdad yang pernah menjadi pusat peradaban Islam kedua di dunia dulunya, kini kondisinya amat menyedihkan," kata dia. Bayangkan, di sana terjadi ledakan bom di mana-mana. Bahkan yang ironisnya ledakan bom di masjid. Mana ada ajaran Islam membolehkan ledakan bom di masjid, membunuh orang di masjid. Saking tidak amannya lagi di kawasan Irak, banyak warganya melarikan diri ke Eropah. Mereka mencari tempat yang lebih aman untuk hidup. Mereka harus meninggalkan tanah airnya, sekalipun penuh risiko dan tantangan.
Dia juga mencontohkan negara Syria yang sudah dilanda perang saudara sejak 4 tahun belakangan. Perang saudara tersebut sudah pasti banyak yang terbunuh dan kerugian. "Dari contoh tersebut, konflik antar warga dalam satu negara terjadi karena tidak adanya rasa nasionalisme kebangsaan di antara warganya. Mereka tidak mencintai tanah airnya," ungkapnya.
Berbeda dengan konsep yang sudah diajarkan oleh para kiai dan ulama terdahulu di Indonesia. Mereka melihat dan melahirkan konsep Islam harus diperjuangkan, tapi tanah air pun harus dibela mati-matian keutuhannnya. Konsep ini sudah dipikirkan oleh pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, jauh sebelum kelahiran negara Indonesia.
Ketika bangsa Belanda datang lagi ke Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan 17 Agustus 1945, kata Said Aqil, maka KH Hasyim Asy’ari mengumpulkan sejumlah kiai-kiai dari Sumatera, Jawa, Madura dan lain-lainnya pada pertengahan Oktober 1945. Hasilnya, 22 Oktober 1945 keluar Resolusi Jihad yang menyebutkan, setiap umat Islam wajib membela tanah air dari serangan bangsa Belanda yang kembali ingin menjajah. Mereka yang tewas dalam pertempuran melawan bangsa penjajah, adalah mati sahid. Sedangkan orang yang turut membantu musuh (Belanda), adalah pengkhianat tanah air. Hukumnya, boleh dibunuh.
Menurut Kiai Said, agama tidak perlu dikonstitusikan. Tapi agama yang penting diamalkan oleh pemeluknya di dalam negara itu. Buat apa negaranya berdasarkan Islam, tapi tidak damai, selalu konflik, tidak aman, masyarakatnya banyak korupsi, narkoba, judi. Negara yang tidak berdasarkan Islam, tapi bebas dari ketidakdamaian, tidak berkonflik, hukum tegak, penduduknya dikenal dengan santun yang sesuai dengan ajaran Islam.
Nabi Muhammad Saw sendiri membangun Negara di Yastrib bukan Negara Islam.
Hanya Negara Madinah, negara yang tamaddun. Di sana sudah ada berbagai suku dan agama yang berbeda, hidup secara berdampingan. Ada kaum Muhajirin dari Makkah, kaum Ansor, Yahudi dan berbagai suku lainnya. "Nabi sudah mengajarkan tidak boleh menyakiti dan menzalimi umat non-muslim. Mereka hidup berdampingan satu sama lain," ujarnya. (501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar