Penanganan Galian C Lubuk Alung Harus Bak Maelo Rambuik Dalam Tapuang
Lubuk Alung--Kapal lewat kiambang kembali bertaut. Ini kesan yang terlihat saat hebohnya persoalan galian C di Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman sebulan belakangan. Artinya, ketika pihak terkait beraksi melakukan razia, tidak ada aktivitas penambang yang bersua. Habis itu, mesin kembali bekerja, truk besar bermuatan hasil galian itu kembali bersileweran.
"Aa, mulailonyo manambang baliak," kata seorang pemuda saat melihat truk roda 10 menaiki pendakian Palayangan, Korong Balah Hilia. Truk itu bermuatan penuh, berisi hasil galian yang kesannya mereka angkut ke arah Kota Padang.
Padahal, Satuan Keamanan dan Ketertiban Kabupaten (SK4) Pemkab Padang Pariaman baru saja merazia, dan meminta semua aktivitas tambang yang pakai izin, apalagi yang tidak untuk mengeluarkan mesinya dari lokasi tambang. Hanya sehari itu berlakunya, para penambang kembali menggaruk kekayaan alam Lubuk Alung.
Dan memang, pencegahan secara persuasif yang dilakukan SK4 masih mengalami kesulitan. Memberantas galian C Lubuk Alung, sama halnya maelo rambuik dalam tapuang. Rambut tak putus, tapuang tidak pula terserak. Apalagi, yang melakukan penambangan itu sebagian besarnya warga dan masyarakat Lubuk Alung itu sendiri.
Koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat Perusak Lingkungan (AMMUAK) Piaman Laweh, Jasman Jay bersama sejumlah Ormas dan OKP yang ada di Padang Pariaman yang ikut mendobrak hal demikian tak pernah merasa jenuh dalam melakukan aksinya. "Kita tidak mempersoalkan pengusaha tambang yang pakai izin, menambang di lokasi yang tidak pula terlarang," kata dia.
"Namun, yang jadi musuh bersama itu, sudahlah tak ada izin, menambang di lahan yang terlarang pula," tegasnya. Dan lagi, kata dia, yang melarang menambang dalam sungai itu bukan masyarakat, tetapi undang-undang yang seharusnya mereka patuhi. Yang semacam inilah yang sangat merusak lingkungan dan alam Lubuk Alung.
Kini, aku Jasman Jay, hanya hukum diatas yang akan bisa mengatasinya. Artinya, upaya AMMUAK Piaman Laweh untuk mengusut sampai ke Polda Sumatera Barat akan terus dilanjutkan. "Rencana ke Polda memang beriringan dengan aksi demo tempo hari. Tetapi, karena berbagai pertimbangan, belum bisa di lakukan," ujar dia.
Darmon, anggota Komisi V DPRD Sumatera Barat yang sekaligus tokoh masyarakat Lubuk Alung menganggap master plannya yang salah. "Menjelaskan titik-titik lokasi yang boleh dan yang tidak untuk ditambang, mengawasi dengan ekstra, melibatkan masyarakat adalah hal yang mutlak dilakukan dalam hal ini," kata politikus PAN ini.
Dia menyadari, bahwa kebutuhan akan batu dan sirtukil atau galian C Lubuk Alung sangat tinggi. "Lubuk Alung satu-satunya nagari penyedia bahan baku galian C, yang tidak saja Sumatera Barat yang membutuhkan. Tetapi, bahkan sampai ke Provinsi Riau sana, terutama untuk aspal jalan," ulas Darmon.
Tentu, dalam masalah ini ada kebijakan khusus yang harus di tempuh Pemkab Padang Pariaman. "Kembali ke cerita awal, rambuik ndak putuih, tapuang tidak pula terserak," ungkap Darmon.
Di sisi yang lain, masyarakat Lubuk Alung memujikan apa yang baru saja dilakukan Pejabat Bupati Padang Pariaman Rosnini Savitri, soal penanganan galian C demikian. Berkali-kali aksi dilakukan oleh masyarakat, baru sekarang terasa ada tanggapan serius dari kepala daerah perempuan pertama di Sumbar itu.
Sebelumnya, hanya dianggap angin lalu saja. Tidak ada reaksi apapun juga. Sekarang, malah Pejabat Bupati Rosnini Savitri memfasilitasi antara masyarakat, pengusaha tambang, LSM dengan pejabat terkait di lingkungan Pemkab daerah itu untuk duduk semeja pekan lalu. Hasilnya cukup jelas. Hanya saja, aksi penambang tak serta-merta berhenti mencari hidup dan kehidupan dari menambang demikian. (501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar