Gerakan Radikal Muncul Bukan dari Indonesia
Enam Lingkung--Akhir-akhir ini isu kekerasan menjadi genit dan menarik perhatian semua pihak. Ada yang menyebutnya gerakan radikalisme, fundamentalisme, militansiisme dan ekstrimisme. Tapi semua gerakan ini secara umum munculnya bukan di tanah air Indonesia. Gerakan ini lahirnya di Timur Tengah atau di beberapa negara lainnya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Maidir Harun mengungkapkan hal itu pada Silaturrahim Akbar dan Halaqah Nasional Ulama, Alumni & Keluarga Besar Pondok Pesantren Nurul Yaqin, Ringan-Ringan, Padang Pariaman Selasa (21/7). Selain Maidir Harun, tampil juga Ketua Umum MUI Padang Pariaman Dr. Zainal Tuanku Mudo. Halaqah Nasional diselenggarakan Alumni Pondok Pesantren Nurul Yaqin berkerjasama Forum Masyarakat Peduli Sumbar.
Menurut Maidir, setidaknya ada tiga faktor lahirnya gerakan radikal yang muncul sejak tahun 1950-an. Pertama, faktor politik. Siapa yang tidak seperti mereka, berbeda paham, dan pandangan politiknya, dianggap sesat dan kafir. Tentu ini memicu konflik karena dianggap sesat. Terutama sasarannya adalah pemerintah yang berkuasa.
"Kedua, ekonomi. Timur Tengah negara kaya minyak. Kuwait, Qatar, Saudi Arab, Irak, Iran dan sebagainya. Namun sumber-sumber minyak itu dikuasai oleh negara asing. Ketiga, sengaja diciptakan suasana konflik. Karena ada Isreal yang ingin Timur Tengah tidak aman. Kalau negara-negara Arab tidak bergejolak, maka Israel tidak akan nyenyak tidur. Israel cemas jika tidak ada konflik di Timur Tengah, negara Arab akan bersatu menghadapinya. Inilah penyebab paham kekerasan," kata Maidir Harun, guru besar IAIN Imam Bonjol Padang itu.
Dikatakan Maidir, ISIS kenapa tidak bisa dibasmi. Ada yang menganalisis, dibelakang ISIS ada Israel. Yang muncul di Timur Tengah tersebut diekspor ke Indonesia. Karena memiliki umat Islam terbanyak. Yang diimpor ke Indonesia adalah paham, pandangan dan aliran keras ini.
"Memang konsep yang disampaikan terkesan bagus. Islam kaffah, Islam sempurna. Ini betul. Tapi jangan disama-ratakan. Mereka menginginkan umat Islam seluruh dunia seperti di Arab (Timur Tengah) seluruhnya. Padahal bagaimana hidup Islam di Arab, jangan disamakan dengan di Minangkabau, Indonesia. Maunya kelompok keras itu, Islam kaffah, mulai dari batang, dahan, ranting sama ini. Ini masalah bagi umat Islam Indonesia yang sudah hidup damai, rukun dan saling menghargai sejak lama. Islam kaffah di Indonesia juga yang memakai batik, koko, tidak harus pakai jubah, seperti di Arab," tambah Maidir.
Ditambahkan, mereka menolak paham adanya negara-negara bangsa. Umat Islam ini satu. Bangsa-bangsa ini tidak perlu Irak, Saudi, Indonesia dan seterusnya. Harus satu. "Mereka ekslusif. Selain mereka yang tidak sepaham, dianggap diluar kelompoknya, kafir dan boleh diperangi. Pesantren Nurul Yaqin termasuk menyebarkan Islam rahmatan lil’alamin. Tidak dengan dengan kekerasan," tuturnya.
Ketum MUI Padang pariaman Zainal Tuanku Mudo menyebutkan, organisasi masyarakat (Ormas) Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Perti yang lahir jauh sebelum kemerdekaan Indonesia 1945. Ormas tersebut tidak menuntut negara Syariat Islam dan tidak melakukan kekerasan. Sampai hari ini tidak pernah membuatkan orang rusuh, cemas, tidak nyaman seperti kelompok radikal tersebut.
"Ormas tersebut memperjuangkan nilai-nilai Islam melalui formal legal secara konstitusi. Ini membuktikan ormas Islam yang besar di Indonesia tersebut Islam kasih sayang, orang menyebarkan kasih sayang. Bukan dengan rasa kebencian, kekerasan antar umat," kata Zainal. (501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar