Suka Mendengarkan Keluhan, Ali Mukhni Masih Dicintai Masyarakat
oleh; Irwandi Sulin (Dosen Tamsis dan Putra Koto Buruak Lubuk Alung)
Pemlihan Bupati baru periode mendatang sudah diambang pintu. Tinggal hitungan bulan dan akan berlangsung melalui Pilkada langsung. Proses pencalonan dan mencalonkan diri sudah mulai dilakukan oleh kandidat yang berminat dan merasa sanggup menjadi bupati. Pemikiran terhadap siapa bupati kedepan mulai menyeruak. Mungkin beberapa nama sudah menampakan warnanya dan menyiasati stuasi supaya pemikiran masyarakat dan padangan masyarakat dapat tertarik kepada diri sang peminat. Mereka berharap kemampuan dan pola fikir selaku sang colon mulai dijual ke masyarakat. Kondisi dan situasi dan kondisi sang calon tentu juga telah dibaca oleh masyarakat. Mereka mulai memahami dan berfikir apakah sang kita ini sanggup ataukah dan akankah, semua terfikir dan masyarakat mulai pula mereke-reka bagaimana kondisi Padang Pariaman kedepan.
Statement terhadap sang colon mungkin sebentar lagi akan mengebyar, seperti keluarnya kertas dari mesin printer ketika perintah print di-enter oleh operator. Kadang-kadang dari perjalanan waktu dan track record sang colon menyebabkan kita senyum-senyum tanpa ada yang dirasa lucu didepan kita. Kita bisa tersenyum, apa sebenarnya niat mereka untuk menjadi bupati. Karena sejarah perjuangan mereka (sang calon) banyak yang belum tampak dimata masyarakat, dan yang paling aneh adalah calon yang menonjolkan diri dengan tidak memperhatikan track record diri sendiri, seakan-akan karena ada fasilitas dan kemampuan ekonomi, maka mencalonkan dirinya pada partai-partai yang akan mengusung, dengan harapan mereka dapat diusung dan dijadikan salah satu kandidat, tanpa pernah melihat dan mereka ulang terhadap potret diri dimana mereka selama 10 tahun terakhir atau setidaknya selama lima terakhir.
Setahu saya, ada satu yang putra daerah yang mencalonkan diri sebagai calon bupati pada periode lalu, namun tidak melanjutkan menjadi calon jadi. Beliau setahu saya berbuat banyak terhadap daerah ini, apalagi di zaman gempa, kakak kita almarhum Chairul Darwis, yang lain setau saya ndak nampak apa yang telah mereka perbuat. Sang calon tau-tau muncul dan dimunculkan begitu saja. Ada juga yang telah berkali-kali menjadi calon bupati dan hanya muncul disaat akan terjadinya pemilihan bupati.
Saat ini masyarakat tentu tidak lagi bodoh. Masyarakat telah peduli dan tidak lagi cuek terhadap harkat diri kandidat, calon yang akan mereka pilih. Karena mereka setidaknya sudah melihat “tuah ka nan manang”, masyarakat sekarang pintar, peduli dan memahami arah fikiran seseorang. Saya setidaknya pernah berdiskusi dengan seseorang yang saya rasakan dapat dicalonkan dan mempunyai kemampuan untuk memimpin Padang Pariaman, dalam satu kesempatan saya coba tanyakan kepada yang bersangkutan. Bapak, saya befikiran bapak mampu untuk memimpin Padang Pariaman, kenapa bapak tidak coba mencalonkan diri. Beliau malah menjawab, saya belum banyak berbuat kepada daerah ini, saya memang pernah memegang jabatan kunci di Pemda Padang Pariaman, tetapi itu jabatan administratif yang harus saya kerjakan karena itu jabatan dimana saya ditugaskan, saya tidak akan mencalonkan diri, karena mungkin saya belum berbuat. Dan yang menarik adalah pernyataan beliau bahwa menjabat selaku bupati sekarang ini terkesan kurang ruang gerak, banyak faktor yang menyebabkan kita tidak berkesempatan (berimprofisasi) dalam menjalankan tugas. Saya rasa ini jawaban jujur seorang yang pernah menjabat jabatan sangat penting di Padang Pariaman di zaman Muslim Kasim,
Saya bandingkan dengan pernyataan calon lain yang juga pernah saya ajak berdiskusi. Terkesan bagi saya dari jawabannya bahwa dia siap untuk memimpin Padang Pariaman, siap mencalonkan diri dan siap untuk dipilih, waktu dalam diskusi itu. Saya juga bergurau apa yang telah bapak perbuat terhadap Padang Pariaman, oooh banyak saya telah berbuat bagi masyarakat. Lantas selaku orang perguruan tinggi, saya jadi berfikir, apa sebenarnya yang telah diperbuat bapak ini, saya tidak melihat dalam artificial yang nyata dan realitas, karena semuanya adalah proses administrasi dan itu juga adalah tugasnya selaku pengemban jabatan.
Minggu lalu, saya juga berdiskusi dengan salah satu tokoh muda Padang Pariaman, aset daerah yang saya yakini track record-nya, saya juga menanya beliau, saya memanggil kemanakan kepada sang tokoh, kenapa kemanakan tidak mencalonkan diri sebagai Bupati Padang Pariaman periode berikut ini, menurut saya kemenakan mempunyai pamor yang bagus, mempunyai hubungan kerja yang baik dengan masyarakat tokoh Padang Pariaman dan mempunyai banyak link serta hubungan kerja dengan banyak tokoh, baik di daerah kabupaten, provinsi dan beberapa link di tingkat nasional, terutama intens berjabatan dengan ketua-ketua partai di tingkat provinsi serta mempunyai jabatan yang bagus (wasta). Mak Etek yakin jika mencalonkan diri Insya Allah kemanakan ada peluang untuk menang, pasti banyak mau diajak mendorong kemanakan, saya juga fulgar mengatakan jika kemanakan yang menjadi bupati, saya yakin akan mampu untuk membawa Padang Pariaman kearah yang lebih baik.
Jawaban beliau yang menarik, bahwa berdasarkan pengalamannya dalam membaca stuasi dan mengkaji pemikiran pada beberapa calon, serta memahami retorika beberapa calon terhadap diri dan pola fikir mereka terhadap Padang Pariaman, jujur sang keponakan mengatakan, saya tidak mempunyai kesanggupan seperti Bupati Kita Ali Mukhni. Saya berfikir dan mungkin juga “mak etek” (panggilan akrabnya kepada saya) berfikiran sama dengan saya, Zaman Pak Ali Mukhni cukup banyak gebrakan yang dilakukan, pembangunan jelas, realitas dan hubungan sosialnya dengan masyarakat sangat baik, kita tidak atau setidaknya “tidak pernah mencium aroma kurang sedap terhadap track record nya”, Kito kan sama tahu dengan beliau, sifatnya yang mendengarkan keluhan masyarakat dan sikap bupati yang selalu melakukan sesuatu untuk masyarakat, jelas dan tegas serta perhatian terhadap dinamika pembangunan yang cukup prestisius, kita sepaham dengan itu. Kami di sore itu, juga mendialogkan pemahaman bahwa masayarakat Padang Pariaman mencintai Pak Ali Mukhni.
Tiba-tiba sang keponakan, berkata dan meminta keyakinan saya, dia balik bertanya kepada, bagaimana menurut Mak Etek, dan kita berdialog lagi, manyambung cerita dan menyamakan visi mengenai sang bupati yang kabarnya akan menjadi incumben. Yah benar juga kamanakanda, kesimpulan kami, nampaknya sulit bagi kandidat lain untuk bersaing, karena “elektebilitas Pak Ali Muhkni” sangat tinggi, ini berbeda dengan tempat lain, kepala daerahnya cukup terkenal tetapi elektabilitasnya rendah, sehingga seakan sulit dijual kembali sebagai calon pada masa berikutnya. Apakah kita sependapat mak etek? Saya hanya menjawab, saya tidak begitu dekat dengan Bapak Bupati Ali Mukhni, sedekat kemanakanda dengan beliau, tetapi saya mengenal Pak Ali Muhni sebagai pribadi yang menyenangkan karena pernah juga bercerita dengan beliau.
Menurut saya, cara kerjanya bagus dan sering tidak terikuti oleh stafnya, attensi ke masyarakat baik, walau ada juga kelemahan beliau. Yang pasti “tak ada gading yang tidak retak” kelemahan yang sebenarnya bukan berasal dari Pak Ali Muhni. Menjelang Magrib kami tutup “carito minggu sore itu dengan gumaman, ayun langkah kito basamo akan menentukan kelanjutan Padang Pariaman. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar