Anduriang--Kondisi Surau Sikumbang Kaum Datuak Putiah di Korong Kampuang Tangah, Nagari Anduriang, Kecamatan 2x11 Kayutanam, Padang Pariaman pasca terkena abrasi yang mengikis tebing penahan surau oleh aliran Sungai Batang Anai beberapa waktu lalu, kini semakin memprihatinkan. Mihrabnya habis karena dihanyutkan sungai.
bagi masyarakat yang bersuku Sikumbang di Anduriang, keberadaan surau itu merupakan lambang kebersamaan dan kesatuan di tengah masyarakat. Sewaktu bencana tersebut datang pada akhir tahun lalu, Wabup Suhatri Bur datang meninjau, dan menginginkan adanya normalisasi Sungai Batang Anai, agar surau ini bisa terselamatkan dari abrasi arus sungai yang liar dan susah untuk dikendalikan.
Namun, masyarakat malah menolak normalisasi yang ditawarkan Wabup Suhatri Bur tersebut. "Selagi ada usaha tambang galian C di bagian bawah sungai ini, yakni di Rimbo Kalam dan pengambilan batu secara manual oleh beberapa masyarakat, tidak ada artinya normalisasi itu. Karena normalisasi telah pernah dilakukan beberapa kali sebelumnya, yang hasilnya tetap punah dan dihanyutkan oleh derasnya air," kata Hardi Candra, salah seorang tokoh pemuda nagari itu.
Menurut Candra, efek domino yang paling besar dari usaha tambang, adalah rusaknya jalur sungai, yang pada akhirnya merembes ke rumah masyarakat dan rumah ibadah, seperti Surau Sikumbang ini. Begitu juga terhadap aliran air irigasi atau kapalo banda yang mengalami kemacetan alias rusak dan jebol. Sejak beberapa tahun terakhir, tiap musim ke sawah, masyarakat terpaksa bergontong royong memperbaiki kapalo banda demikian.
Kata Candra lagi, sempat terhenti aktivitas tambang di Rimbo Kalam selama satu pekan di akhir Januari lalu, dan pengambilan batu secara manual juga berhenti dengan sendirinya karena ada aksi niniak mamak bersama pemuda. "Namun, setelah itu tambang kembali beroperasi, begitu juga anak nagari yang mengambil secara manual kembali bergerak pula, sebagai bentuk kekecewaannya melihat aksi tambang di Rimbo Kalam demikian yang terus beroperasi tanpa mengindahkan penolakan dari yang punya ulayat, yang tentunya berbagai ancaman seperti di atas kembali menghadang masyarakat Anduriang," ujar Candra.
"Rasanya usaha yang dilakukan niniak mamak pemegang ulayat Nagari Anduriang bersama pemuda nagari untuk menghentikan galian C yang jelas-jelas merusak tatanan alam ini telah cukup keras, menghadirkan berbagai pihak yang berkepentingan," ulas dia.
Tinggal lagi, kata Candra, ketegasan Pemkab Padang Pariaman. Apakah membiarkan alam rusak, kampung tambah hancur, kehidupan tambah susah, anak nagari saling fitnah-memfitnah, atau segera menghentikan, demi untuk kepentingan yang lebih besar.
Apa yang diperjuangkan niniak mamak pemangku ulayat, sebut Candra, bagaikan minyak habis sambal tak enak. Kerja keras, menghabiskan waktu dan materi, tapi hasilnya nihil. Tambang tetap beroperasi, mengeruk kekayaan alam Anduriang, dengan membiarkan kampung ini hancur dan punah. (501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar