Menambang Dalam Sungai Batang Anai
Masyarakat Gantiang Koto Buruak Hentikan Secara Paksa Usaha Galian C
Lubuk Alung--Aksi penolakan aktifitas galian C di aliran Sungai Batang Anai, tepatnya di Gantiang Koto Buruak, Nagari Lubuk Alung, Rabu (16/12) kemarin berhasil menghentikan para pengusaha untuk tidak lagi menambang.
Ada kesan, masyarakat Gantiang Koto Buruak telah muak dengan tingkah dan polah para pelaku usaha tambang, yang dinilai tak lagi menguntungkan bagi masyarakat banyak. "Usaha galian C hanya memunahkan kampung dan nagari. Jalan hancur dan punah. Musim panas kabut berterbangan, dan musim hujan jalan laksana kubangan kerbau," kata sejumlah masyarakat.
Masyarakat Gantiang menilai, segala aktifitas ini hanya merugikan masyarakat. Belakangan, sumur masyarakat sudah banyak yang kering, kesehatan masyarakat pun mulai terganggu, akibat tiap sebentar menelan kabut dari jalanan oleh truk yang bersileweran.
Meskipun tidak anarkis, aksi demo masyarakat itu tetap dalam pengawalan aparat Polsek Lubuk Alung. "Yang lebih ditakutkan lagi, kadanya kemungkinan terjadinya banjir bandang. Aliran Sungai Batang Anai sudah meluas. Tidak ada lagi batu buat penyangga," kata Ketua Karang Taruna Nagari Lubuk Alung, Jasman Jay.
Azminur, salah seorang tokoh masyarakat Lubuk Alung melihat aktifitas galian C ini sudah berlangsung puluhan tahun, dan di lakukan setiap hari di banyak lokasi. Sekarang pengambilan lebih banyak dalam sungai, dan itu benar yang bakal menjadi ancaman besar bagi masyarakat.
Dia menilai dalam masalah itu pemahaman yang salah kaprah terhadap pemberdayaan sumber daya alam (SDA), yang tidak bisa diperbaharui. Cenderung eksploitasi besar-besaran tanpa memerhatikan kerusakan lingkungan. "Aktifitas ini hanya menguntungkan sebagian kecil individu, dan segelitir kelompok atau golongan yang telah berlangsung cukup lama," katanya.
Azminur yang mantan Camat Lubuk Alung ini berpendapat, masyarakat hanya menjadi korban terkena dampak negatif akibat aktifitas ini. Seperti menurunnya debet air sumur warga dan cenderung kering di musim kemarau, karena tingkat kedalaman sungai semakin dalam dan semakin melebar. Terjadinya abrasi sungai dan mengancam kehidupan warga, terutama yang punya rumah di pinggiran sungai.
"Nah, yang persoalan baru munculnya pungutan liar di sepanjang jalan yang di lewati kendaraan yang mengangkut material galian C," ujarnya. Hal ini terjadi, karena selama ini mereka melihat sebagian individu yangn punya kepentingan dengan galian C mendapat keuntungan besar, sementara mereka hanya mendapatkan dampak negatif saja.
Pada tahap eksploitasi, lanjut Azminur, pemerintah daerah wajib mengawasi aktifitas ini sesuai fungsi pengendaliannya. Akan tetapi, kenyataannya hanya sebatas normatif dan tidak serius. "Wajar saja warga berpendapat ada semacam konspirasi dalam masalah ini," tegasnya. (501)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar