Sabtu, 14 Desember 2019

Cerita dari Bumi Lancang Kuning WC Terbang dan Kumuhnya Sungai Siak Awal Perjuangan FKS

Padang Pariaman--Cerita dan tawa dalam perjalanan jauh sepertinya mampu menghilangkan kejenuhan dan penat selama di atas mobil. Apalagi banyak cerita lucu yang bikin pendengar ketawa geli, tambah membuka dan menahan mata dari ngantuk.
Ini sekelumit cerita rombongan Forum Kabupaten Sehat (FKS) Padang Pariaman yang melakukan studi banding ke Dinas Kesehatan Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Senin (9-12/12/2019). Rombongan ini dipimpin langsung Kepala Dinas Kesehatan H.Yutiardy Rivai, dan Sekretaris FKS Armaidi Tanjung.
Berangkat dari Lubuk Alung, Senin petang itu dihadapkan dengan hujan. Galaksi, sang biro perjalanan membagikan agenda yang akan dilakukan selama dalam berstudi di Siak Sri Indrapura tersebut. Magrib masuk, hujan juga masih turun, tentu menambah semangat untuk melakukan makan malam. Rumah Makan Aie Badarun jadi pilihan berhenti pertama, yang awalnya direncanakan di Lubuk Bangku, Kabupaten Limapuluh Kota.
Studi banding ini juga bagian dari mensyukuri nikmat atas prestasi yang diraih Padang Pariaman dalam bidang kesehatan, yakni Swasti Saba Wiwerda yang diterima langsung oleh Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni bersama jajaran FKS dan Dinas Kesehatan.

Kain sarung

Ketika hujan tak juga berhenti, pendingin mobil pun tak bisa dimatikan dengan semena-mena, maka kain sarung jadi alternatif bagi sebagian rombongan laki-laki untuk mengurangi rasa dinginnya malam.
Longsor dan pohon tumbang menutupi ruas jalan di Penurunan Kudo Putiah menjelang Koto Alam - Pangkalan Koto Baru, pukul 21.55 WIB. Bus yang ditumbangi rombongan pas berada di urutan kelima. Artinya, hanya empat mobil di depan tempat kejadian longsor malam itu. Deretan macet semakin panjang. Para penumpang memilih turun. Cerita kain sarung pun jadi semakin ramai, lantaran sebagian bapak-bapak itu menggunakan selimut kain sarung saat turun dari mobil.
Memang, kaum laki-laki lebih senang menyandang kain sarung ketika malam hari. Selain menyenangkan, kalau shalat memakai kain sarung akan terasa ringan, seolah tak ada beban dalam melaksanakan rukun Islam tersebut.
Tak ayal, Nurhayati Mila dan kawan-kawannya menyuruh para bapak-bapak yang pakai kain sarung itu berbaris untuk diabadikannya. Jalan masih belum terbuka. Zakirman Tanjung, wartawan yang jadi salah seorang pengurus FKS Padang Pariaman mengontak Wabup Limapuluh Kota Ferizal Ridwan. Telp masuk, Wabup yang Ketua DPC PKB daerah yang terkenal dengan galamainya itu pun langsung mengangkat dan merespon apa yang disampaikan Zakirman Tanjung ke orang nomor dua itu.
Berselang sejam, jalanpun dibuka. Baru saja naik ke mobol, telp pintar Zakirman Tanjung berbunyi. Ternyata Buya Feri, begitu Ferizal Ridwan disapa banyak orang yang menelp. Dan memang, pengakuan Wabup, sepanjang jalan lintas Sumbar - Riau itu, terutama yang rawan akan longsor selalu ada titik-titik posko Satlak Bencana yang sepertinya petugas posko itu bekerja dengan sigapnya.

Siak Sri Indrapura

Wikipedia mencatat, Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kesultanan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, setelah sebelumnya terlibat dalam perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan.
Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.
Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yang taat beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" dan indera atau indra dapat bermakna raja. Sedangkan pura dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". Siak dalam anggapan masyarakat Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam, Orang Siak ialah orang-orang yang ahli agama Islam, kalau seseorang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai Orang Siak.
Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara Pakistan dan India, Sihag atau Asiagh yang bermaksud pedang. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa Asii, masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat Romawi, dan diidentifikasikan sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada sehiliran Sungai Siak sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai Orang Sakai, tulis Wikipedia.
Pada masa awal Kesultanan Melayu Melaka, Riau menjadi tempat pusat agama Islam. Setelah itu perkembangan agama Islam di Siak menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini tidak lepas dari penggunaan nama Siak secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah Minangkabau yang terkenal: Adat menurun, syara’ mendaki dapat bermakna masuknya Islam atau mengislamkan dataran tinggi pedalaman Minangkabau dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan Orang Siak. Sementara di Semenanjung Malaya, penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.
Masih menurut Wikipedia, Walau telah menerapkan hukum Islam pada masyarakatnya, namun sedikit pengaruh Minangkabau masih mewarnai tradisi masyarakat Siak. Dalam pembagian warisan, masyarakat Siak mengikut kepada hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun dalam hal tertentu, mereka menyepakati secara adat bahwa untuk warisan dalam bentuk rumah hanya diserahkan kepada anak perempuan saja.
Membandingkan dengan catatan Tomé Pires yang ditulis antara tahun 1513-1515, Siak merupakan kawasan yang berada antara Arcat dan Indragiri yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau, kemudian menjadi vasal Malaka sebelum ditaklukan oleh Portugal. Sejak jatuhnya Malaka ke tangan VOC, Kesultanan Johor telah mengklaim Siak sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hal ini berlangsung hingga kedatangan Raja Kecil yang kemudian mendirikan Kesultanan Siak.
Dalam Syair Perang Siak, Raja Kecil didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis. Hal ini bertujuan untuk melepaskan Siak dari pengaruh Kesultanan Johor. Sementara dalam Hikayat Siak, Raja Kecil disebut juga dengan sang pengelana pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan. Berdasarkan korespondensi Sultan Indermasyah Yang Dipertuan Pagaruyung dengan Gubernur Jenderal Belanda di Melaka waktu itu, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak VOC. Kemudian Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri yang ditujukan kepada pihak Belanda, menyebut dirinya sebagai Raja Kecil dari Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian Sultan Johor.
Sebelumnya dari catatan Belanda, dikatakan bahwa pada tahun 1674 telah datang utusan dari Johor meminta bantuan Raja Minangkabau untuk berperang melawan raja Jambi. Dalam salah satu versi Sulalatus Salatin, juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan Jambi ke Johor (1673), yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh Portugal dan Aceh. Kemudian berdasarkan surat dari Raja Jambi, Sultan Ingalaga kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka, tulis Wikipedia.
Pada tahun 1718, Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor. Namun pada tahun 1722, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas tahta Johor. Atas bantuan pasukan bayaran dari Bugis, Raja Sulaiman kemudian berhasil mengkudeta tahta Johor, dan mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Johor di Semenanjung Malaysia. Sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke Bintan dan pada tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran Sungai Siak dengan nama Siak Sri Inderapura. Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara Sungai Johor ditinggalkan begitu saja, dan menjadi status quo dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor, diakui oleh komunitas Orang Laut. Orang Laut merupakan kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan Kepulauan Riau yang membentang dari timur Sumatera sampai ke Laut Tiongkok Selatan, dan loyalitas ini terus bertahan hingga runtuhnya Kesultanan Siak.

WC terbang dan kumuhnya Sungai Siak

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Siak, H. R. Tonny Chandra yang menerima kunjungan FKS Padang Pariaman menyatakan, kerjasama yang baik dengan semua pihak yang ada, Siak berhasil mendapatkan lima kali berturut-turut Piala Adipura. Sebenarnya, antara Siak dan Sumbar tak bisa dipisahkan. Kedua daerah ini memiliki hubungan kekerabatan sejak daerah ini ada.
"Dan penguatan lembaga FKS Siak, setiap tahun ada anggaran yang dikucurkan dalam APBD, sehingga lembaga ini bisa berjalan secara maksimal melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan itu sendiri," katanya. Yang tak kalah penting dari itu, adalah maunya masyarakat merobah pola hidup ke arah yang lebih baik. Dengan kerja keras, yakinlah Siak dan Padang Pariaman akan ketemu di Jakarta dua tahun lagi, untuk menjemput penghargaan tingkat tinggi bidang kesehatan ini.
Ketua FKS Kabupaten Siak, H. Hasri Saily menjelaskan perjuangan beratnya merobah perilaku masyarakat yang sudah punya tradisi dengan lingkungan yang kumuh dan WC terbang. "Dulu, sebelum Siak seperti saat ini, hutan masih menyelimuti daerah ini, orang pada takut pada malam hari. Bila kebelet, kantong plastik jadi alternatif yang manjur untuk menampung hajat yang keluar. Dan terkenalah saat itu dengan WC terbang," kata dia.
Begitu juga, katanya, Sungai Siak jadi sumber kehidupan oleh masyarakat. Mandi, mencuci, air minum dan kebutuhan lainnya yang berhubungan air, Sungai Siak jadi tumpuan. Sungai jadi kumuh. Lingkungannya tak lagi bersih. "Nah, kondisi demikian yang ikut dibenahi secara bersama dengan semua stakeholders yang ada di Siak, sehingga hasilnya seperti yang kita saksikan hari ini," ungkapnya.
Kepala Dinas Kesehatan Padang Pariaman, H. Yutiardy Rivai menjelaskan, dipilihkan Kabupaten Siak sebagai tujuan studi banding FKS ini, adalah, karena sama tingkat penghargaan yang diraih. Dan dekatnya jarak dari Padang Pariaman ke Siak. "Kajian daerah tujuan yang kita lakukan, di samping Siak, adalah Kota Bengkulu, dan Jambi. Hasilnya, ya Kabupaten Siak. Dan lagi, saya yang kelahiran Pekanbaru, baru kali ini tiba di Siak," katanya.
"Kami belajar ke sini. Banyak hal yang patut kami tiru dari Siak, untuk selanjutnya akan dikembangkan di Padang Pariaman," ujarnya. Yutiardy Rivai juga mengundang FKS Kabupaten Siak untuk bisa berkunjung ke Padang Pariaman, menikmati indahkan alam Ranah Minang, sekaligus menikmati enaknya kuliner urang awak.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar